REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Nusa Cendana (Undana), Johanes Tuba Helan berpendapat wacana pembentukan panitia khusus (pansus) Pilpres sama sekali tidak memberi manfaat, tetapi hanya sekadar menghambur uang rakyat.
"Masalah pilpres ini sudah dalam proses di Mahkamah Konstitusi maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kalau ada keinginan untuk membentuk pansus, hanya bagian dari strategi untuk menghabiskan uang rakyat sebelum masa jabatan dewan berakhir," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Selasa (12/8).
Dia mengatakan, pansus tidak bisa mengubah hasil pemilu presiden yang baru saja dilewati seluruh rakyat bangsa ini. Karena itu, sebaiknya DPR berkonsentrasi menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan kepentingan rakyat pada sisa masa jabatan yang hanya tinggal satu bulan ini, daripada membentuk pansus yang tidak memberi manfaat bagi rakyat.
Secara terpisah, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK), Ahmad Atang, menilai, wacana pembentukan panitia khusus (pansus) Pilpres hanya upaya untuk memperpanjang harapan bagi Prabowo-Hatta sebagai pihak yang kalah.
Namun secara substansial, pansus tidak akan mengubah apapun dari proses politik dan hukum yang telah dilalui, ucap Ahmad Atang. "Masalah politik hanya bisa diselesaikan melalui proses hukum. Jadi wacana pembentukan pansus terkait pilpres adalah langka mundur, jika hasil di MK menolak sebagian atau seluruh gugatan," tutur Ahmad.
Menurut dia, hasil pansus juga pada akhirnya mencari rujukan hukum, karena itu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan final dan mengikat. Ahmad mengatakan, jika DPR membentuk pansus maka lembaga tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Karena itu, dia menyarankan agar DPR sebaiknya menyelesaikan pekerjaan yang masih tertunda disisa masa jabatan ini, dengan tidak membuat hal-hal yang hanya menghabiskan anggaran yang tidak produktif.