REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR mengkritik kebijakan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) karena mengeluarkan pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi Hartati Murdaya. Kemenkumham dinilai mencederai semangat pemberantasan korupsi.
"Kemenkumham mencederai semangat pemberantasan korupsi," kata anggota Komisi III Syarifuddin Sudding kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (4/9).
Politikus Partai Hanura ini menyatakan pembebasan Hartati bertentangan dengan peraturan pemerintah No 99 tahun 2012 yang mengatur pengetatan remisi kepada para pelaku kejahatan berat seperti korupsi, narkoba, dan teroris. Apalagi, imbuh Sudding, KPK menyatakan pembebasan bersyarat kepada Hartati tidak memenuhi syarat.
"Memang menurut KPK pembebasan itu tidak memenuhi prasyarat," ujarnya.
Komisi III berpendapat keputusan Kemenkumham perlu dikaji ulang. Pasalnya keputusan tersebut dilakukan sepihak tanpa pelibatan unsur penegak hukum lain.
"Ini keputusan sepihak yang perlu dikaji mendalam," katanya.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra, Desmond J. Mahesa menilai pembebasan bersyarat Hartati bertolak belakang dengan komitmen pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pemberantasan korupsi. Apa yang dilakukan Kemenkumhan menunjukan pemerintah tidak sensitif dengan rasa keadilan masyarakat.
"Dia (Menkumham Amir Syamsuddin) tidak sensitif," ujar Desmond.
Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan menyuap senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu pada 12 September 2012. Pada 4 Februari 2013, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara kepada Hartati.