Selasa 09 Sep 2014 13:11 WIB

Tolong Perhatikan Nasib Penghulu di Daerah

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Julkifli Marbun
Kantor Urusan Agama
Foto: infokepanjen.com
Kantor Urusan Agama

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Tidak semua calon pengantin atau pun keluarga pengantin dapat ditemui dengan mudah di daerah. Aturan baru tidak menerima uang lagi dari pihak yang punya hajat membuat para penghulu di daerah 'terpaksa' mengeluarkan uang pribadi terlebih dahulu, sembari menunggu uang pengganti dari pemerintah.

Herwan, salah satu dari sembilan pegawai pembantu pencatat nikah (P3N) di KUA Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung, mengaku harus mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri mendatangi calon pengantin ke berbagai tempat. Paling tidak, ia harus mengeluarkan bensin motornya untuk mengurus surat menyurat sebelum menikahkan pasangan pengantin.

Kondisi terparah, ungkap dia, bila pasangan calon pengantin, yang wali nikahnya tidak berada di satu tempat. Pasangan pengantin mau dinikahkan, namun harus menemui orang tua atau wali nikah pihak perempuan ke daerah yang tidak ia kenal sama sekali, bahkan ada di pelosok kampung. Ini jelas memerlukan biaya, lalu biayanya dari mana bila tidak ia sendiri mengelurkannya.

"Seharusnya pemerintah memerhatikan nasib penghulu di daerah yang bertugas di lapangan untuk menikahkan seseorang," kata Herwan kepada Republika di Bandar Lampung, Selasa (9/9).

Ia menyetujui dengan peraturan baru yang dibuat Kementrian Agama, dengan menyetorkan uang Rp 600 ribu dari calon penganti ke rekening milik pemerintah. Namun, yang ia sesalkan untuk biaya penghulu, yang bukan pegawai negeri sipil (PNS) ini, terkadang belum juga cair, sedangkan order untuk meninkahkan orang sudah mengantre.

Menurut dia tidak menerima uang lagi dari pihak pengantin tidak masalah."Tapi, uang dari pemerintah belum juga cair, nah ini bagaimana nasib kami penghulu. Sedangkan menikahkan atau mengurus orang mau nikah, mau tidak mau harus dilaksanakan," tuturnya lelaki 48 tahun ini.

Ia bercerita nasib penghulu (P3N) bukan PNS, jadi mata pencariannya dari menikahkan pengantin, selebihnya ia menambah uang dapur dan menyekolahkan tiga anaknya dengan mengajar mengaji dan terkadang sambil mengojek anak sekolah.

Sebelumnya, adanya sorotan bahwa biaya nikah tinggi sebelum keluar Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014, menurut dia, tidak sepenuhnya benar. Kalau penghulu tinggal di kota besar atau di lingkungan orang kaya hal itu bisa saja terjadi, namun tidak terjadi setiap pekan. Bahkan, ada yang sama sekali gratis mulai dari pengurusan surat menyurat hingga terbit buku nikah ditanggung penghulu.

Penghulu yang sudah 10 tahun lebih bertugas ini, hanya mendiami rumah berukuran tipe 21 di Perum Beringin Raya, Kemiling, Bandar Lampung. Menurut dia, kalau pendapatan penghulu sangat besar pada zaman dulu, pada saat PP Nomor 51 Tahun 2000 berlaku, yang hanya bayar Rp 30 ribu di KUA, namun banyak yang menetapkan melebihi tersebut, tidaklah bisa disamaratakan dengan penghulu yang tinggal di tempat lain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement