REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Agama Tingkat Pusat (MATP) sepakat memberikan kewenangan penuh kepada masing-masing agama untuk membuat ketentuan perkawinan sesuai ajara agamanya, termasuk ketentuan perkawinan beda agama.
"Kami sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya pemberian izin atau larangan terkait perkawinan beda agama kepada masing-masing agama sesuai ajarannya," kata Slamet Effendy Yusuf, perwakilan MUI dalam pengumuman Kesepakatan Bersama di kantor MUI, Jumat.
Ia mengatakan bahwa kesepakatan tersebut didasarkan kepada kesadaran bahwa perkawinan adalah peristiwa yang sakral, karenanya harus dilakukan sesuai ajaran agama masing-masing individu yang bersangkutan.
Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa kewajiban negara muncul setelah agama memberikan status sah kepada sebuah perkawinan.
"Negara wajib mencatat perkawinan yang disahkan oleh agama sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974," katanya.
Ia juga mengatakan MATP tidak secara langsung menyatakan sikap menolak atau menerima sebuah pernikahan beda agama, karena sikap tersebut menjadi hak setiap agama untuk menentukan.
MATP yang terdiri dari MUI (majelis Islam), PGI (majelis Kristen Protestan), KWI (majelis Katolik), PHDI (majelis Hindu), WALUBI (majelis Buddha) dan MATAKIN (majelisjk Kong Hu Cu) mengadakan pertemuan di kantor MUI untuk membahas mengenai pernikahan beda agama pada Jumat.