REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budaya prostitusi yang dianggap sakral sudah ada sejak zaman dahulu.
Prostitusi atau pelacuran dianggap sebagai melakukan dosa. Dalam ungkapan Ibrani disebut dengan znh yang artinya melacurkan diri. Dalam perjanjian lama disebutkan hal ini sebagai dosa.
Encyclopedia of Religion menyebut aktifitas seksual seperti ini dianggap meninggalkan penyembahan kepada Yahweh (Tuhan dalam sebutan Yahudi, -red). Ini digambarkan sebagai dosa terburuk.
Lingkaran prostitusi seperti ini memang ada saja, namun tidak mudah ditemukan, karena mereka berkelompok dan melakukan pelacuran yang dianggap bagian dari peribadatan secara eksklusif.
Penulis naskah kuno Ibrani menyebutkan aktifitas pelacuran ini dilakukan oleh pelacur wanita yang disebut qedushah dan juga laki – laki atau qodesh.
Jejak pelacuran ini bahkan ditemukan di sekitar Kuil Yerusalem, yang kini menjadi bagian dari wilayah Israel. Ilmuwan mengungkapkan adanya jejak para nabi yang memerangi tradisi ini.
Tradisi ini berhasil diberantas pada saat kehancuran Yerusalem, yaitu pada tahun 586 sebelum masehi. Pada saat itu, peradaban Babilonia mulai hancur.
Ilmuwan perjanjian lama, Walter Kornfeld, menyebutkan hilangnya tradisi ini menunjukkan munculnya institusi agama Yahudi dengan tradisi menyembah satu Tuhan.
Padahal ketika itu, aktifitas spiritual berupa peribadatan dengan berhubungan seks adalah hal esensial dalam ajaran – ajaran sejumlah kepercayaan, karena dianggap mampu mengeluarkan kekuatan kehidupan misterius yang termanifestasi dalam kehidupan sehari – hari.