REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Dunia menyatakan konflik yang terjadi di Jalur Gaza mengakibatkan kondisi perekonomian Palestina semakin tertekan. Hal ini karena konflik itu menurunkan penghasilan per kapita pada 2013.
"Tanpa adanya tindakan segera dari Otoritas Palestina, lembaga donor, dan Israel untuk merevitalisasi ekonomi dan memperbaiki iklim bisnis, maka akan menjadi bahaya nyata," kata Direktur Negara Bank Dunia untuk Tepi Barat dan Gaza Steen Lau Jorgensen dalam rilisnya, Rabu (17/9).
Menurut Jorgensen, seperenam warga Palestina di Tepi Barat dan hampir separuh warga di Gaza menjadi pengangguran karena konflik terbaru. Laporan Pengawasan Ekonomi Palestina menyatakan bila tren saat ini berlanjut maka harus ada suntikan dana dari Otoritas Palestina, pemerintah Israel, dan donor internasional.
Bank Dunia menyatakan memburuknya ekonomi Palestina berlanjut pada 2014 khususnya di Gaza. Selain itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan yang melebihi 8 persen antara 2007-2011 diperkirakan menurun menjadi 1,9 persen pada 2013.
Lebih parahnya lagi minus 1 persen pada kuartal pertama 2014. Sekitar seperempat populasi Palestina juga hidup dalam kemiskinan, dengan tingkat kemiskinan di Gaza dua kali lebih tinggi dari di Tepi Barat.
Selain itu kegiatan bisnis Palestina terbelunggu pembatasan pergerakan arus barang dan manusia. Laporan itu juga menyatakan penting bagi donor untuk meningkatkan anggaran guna mempertahankan posisi fiskal Otoritas Palestina.
Mereka juga menyatakan pemerintah Israel harus mengizinkan arus pergerakan barang dan jasa dalam wilayah Palestina. Lebih lanjut, penting pula bagi Otoritas Palestina untuk bersatu dan memperkuat tata kelola pemerintahan sepanjang Tepi Barat dan Gaza.