REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan organisasi Front Pembela Islam (FPI) akan berhadapan dengan polisi jika bertindak anarkis dalam upaya menolak dirinya menjadi gubernur menggantikan Joko Widodo.
"Haknya orang untuk begitu, tapi kita kan ada aparat keamanan yang menjaga lambang negara. Jabatan adalah lambang negara, termasuk jabatan gubernur dan wakil gubernur dan aparat akan mengamankannya," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu, (24/9).
Ahok mengatakan tidak gentar menghadapi berbagai upaya FPI, termasuk membawa ribuan tanda tangan warga DKI ke DPRD sebagai wujud penolakan.
"Pakai tanda tangan warga Jakarta, ya tidak apa-apa karena konstitusi tidak bicara begitu," ujar mantan Bupati Belitung Timur ini.
Ketika ditanya mengapa Ahok enggan menemui massa dari FPI itu, ia beralasan karena organisasi itu belum terdaftar secara resmi di Kemendagri.
"Bagaimana mau ditemui, belum terdaftar," ujar dia.
Ahok menegaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, apabila ada kepala daerah yang mengundurkan diri dari jabatannya, wakilnya secara otomatis menggantikan posisi kepala daerah itu.
Justru yang disayangkannya, FPI berupaya mengangkat isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam upaya menolak dirinya menjadi gubernur. Ahok yang beragama Kristen dan warga keturunan dipandang tidak cocok memimpin DKI yang mayoritas beragama Islam.
"PFI ini termasuk kelompok kecil di Republik ini yang belum bisa menerima kenyataan hidup. Ideologi rakyat sekarang tidak ada gunanya ngomong SARA, makin ngomong SARA, makin memalukan karena yang terpenting saat ini adalah kesejahteraan," ujar dia.
Ikuti informasi terkini seputar sepak bola klik di sini