Selasa 30 Sep 2014 20:57 WIB

Pengamat: Perppu UU Pilkada Sekadar Pencitraan SBY

Rep: C87/ Red: Bayu Hermawan
Presiden SBY saat peresmian Museum Hakka di kawasan Anjungan Taman Budaya Tionghoa, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (30/8).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Presiden SBY saat peresmian Museum Hakka di kawasan Anjungan Taman Budaya Tionghoa, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sabtu (30/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rencana Presiden SBY menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) UU Pilkada dinilai sekadar pencitraan. Sebab Perppu hanya bisa diterbitkan dalam keadaan genting dan memaksa.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar), Asep Warlan Yusuf, mengatakan SBY ingin mengatakan orangnya demokratis, menghargai demokrasi dan ingin berkata setuju pilkada langung.

"Presiden ingin citra baik di mata publik," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (30/1). 

Menurutnya, SBY sebagai presiden tidak bisa memaksakan sikap politik. Meskipun partainya telah berjuang  menggoalkan opsi Pilkada langsung dengan 10 perbaikan.

Ia melanjutkan, jika masih ada upaya hukum, bukan SBY yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melainkan masyarakat yang dirugikan dengan undang-undang itu. Posisi masyarakat yang awalnya punya hak pilih menjadi tidak punya hak pilih bisa mengajukan ke MK.

"SBY sebagai Presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat tidak punya legal standing untuk menguji ke MK," ujarnya.

Asep menilai tindakan yang perlu dilakukan SBY adalah jika setuju tinggal tanda tangan dan jika tidak setuju tidak perlu tanda tangan. Namun sesuai Pasal 20 UUD 1945, undang-undang tetap berlaku jika dalam 30 hari Presiden tidak tanda tangan.

Opsi lainnya, kata Asep, jika SBY tidak mau tanda tangan bisa diserahkan ke Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi).

"Tunggu saja sampai 29 Oktober. Tapi UUD mengatakan tetap berlaku meski SBY dan Jokowi tidak tanda tangan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement