Senin 13 Oct 2014 16:46 WIB

Suhu Ekstrem, Efisiensi BBM Perlu Dimulai

Rep: c66/c91/ Red: Ratna Puspita
Suhu udara yang tinggi membuat orang memilih berteduh di bawah pohon rindang.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Suhu udara yang tinggi membuat orang memilih berteduh di bawah pohon rindang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dan Masyarakat harus mulai menghemat penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Penggunaan BBM berlebihan menyebabkan suhu ekstrem di Jakarta dan beberapa daerah lain di Indonesia. 

"Perubahan iklim sudah sangat parah karena aktivitas manusia seperti penggunaan BBM. Karenanya, kita semua perlu melakukan efisiensi bahan bakar tersebut," ujar Asisten Deputi Bidang Pengaduan dan Pelaksanaan Sanksi Adminstrasi Kementerian Lingkungan Hidup Widodo Sambodo, Senin (13/10).

Dengan meminimalisir penggunaan BBM, peningkatan suhu panas di Indonesia dapat ditekan. Widodo menerangkan, penggunaan BBM berlebihan menjadi salah satu terjadinya efek rumah kaca. 

Efek rumah kaca berdampak pada kenaikan pada perubahan cuaca, termasuk kenaikan suhu. Widodo menjelaskan, gas rumah kaca yang telah menembus lapisan atmosfer tidak hanya menyebabkan sengatan panas terasa di daratan. Namun, dia menambahkan, hingga di atas udara. 

Tidak hanya efisiensi BBM, upaya lain yang perlu dilakukan pemerintah, yaitu penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH). "Terutama di Ibu Kota," kata Widodo. 

Sebab, pemenuhan ruang terbuka hijau di DKI belum ideal. Luas RTH di Ibu Kota hanya sebesar sembilan persen dari luas wilayah, yaitu 75 kilometer persegi. Padahal, setiap wilayah di Indonesia seharusnya memiliki RTH sebesar 30 persen dari luas wilayahnya. 

Widodo menambahkan, kewajiban memenuhi luas ruang terbuka hijau bukan hanya menjadi tanggung jawab DKI. "Seluruh wilayah yang ada di Indonesia harus demikian, agar keseimbangan tercapai dan kualitas lingkungan membaik," ujar Widodo. 

Suhu udara di Jakarta dan banyak daerah lainnya di Indonesia terasa panas menyengat beberapa waktu terakhir. Bahkan, banyak daerah mengalami masalah kekeringan. 

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengatakan, suhu panas terjadi karena posisi matahari sekarang ini membuat Indonesia, termasuk DKI, menerima radiasi paling banyak. "Sehingga suhu udara menjadi panas," kata dia kepada //Republika// pekan lalu. 

Terkaitan suhu di Jakarta, Andi menjelaskan, peredaran matahari bulan ini memang sedang di atas Ibu Kota. Penyebab lainnya suhu terasa menyengat, yaitu banyaknya bangunan padat di wilayah Jakarta yang bersifat tidak menyerap panas radiasi matahari. 

"Panas radiasi matahari banyak yang dipantulkan permukaan dan bangunan-bangunan padat ke arah permukaan bumi yang menyebabkan udara menjadi panas," ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement