REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno, mengatakan, mafia kepailitan di Indonesia akhir-akhir ini semakin marak, bahkan korbannya sebagian besar investor lokal. Ia mengatakan mafia kepailitan di Indonesia saat ini semakin marak. Korbannya adalah investor lokal yang memiliki aset triliunan rupiah berupa tanah, hotel, dan bangunan lainnya.
"Mafia kepailitan tersebut harus dibasmi karena akan sangat berdampak pada ekonomi masyarakat dan inflasi. Karena itu saya segera mengirim surat resmi kepada Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk Satgas Pemberantasan Mafia," katanya, Kamis (23/10).
Ia sangat mendukung pemerintahan Jokowi untuk melakukan revolusi mental, termasuk membersihkan mafia kepailitan yang saat ini semakin marak di Indonesia. "Saya siap dipanggil untuk memberikan penjelasan atau merumuskan Satgas Mafia Kepailitan tersebut," katanya.
Menurut Oegroseno, pengalaman dirinya selama menjadi Wakapolri, indikasi mafia itu sudah ada. Namun, tidak ada aparat atau pihak berwenang yang membasminya. Fenomena ini terus diikutinya sampai ia pensiun dari Wakapolri. Setelah itu ia menerima banyak pengaduan dari masyarakat baik kasus besar maupun kecil dimana mafia kepailitan itu dilakukan.
"Saat ini kantor mafia kepailitan sudah ada di Surabaya dan Jakarta. Selain mafia kepailitan, juga ada mafia tanah, kasus jual beli tanah yang merugikan banyak pihak di Indonesia. Jadi kita usulkan kepada Presiden Jokowi untuk membentuk Satgas Pemberantasan Mafia, bukan hanya mafia kepailitan, tetapi juga mafia tanah," ujarnya.
Ia mengatakan tindakan mafia kepailitan telah merusak citra penegak hukum di Indonesia, termasuk institusi Polri.
Modusnya, kata dia, biasanya para mafia menggunakan orang dalam seperti kontraktor dan sebagainya. Salah satu contoh, kasus yang melanda Aston Hotel, Bali Kuta Residence (BKR), dan beberapa hotel lainnya di Bali.
Semua perjanjian jual beli dan transaksi lainnya dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga saat kasus ini diajukan ke meja hukum, maka dinyatakan pailit dan dilelang. Pembeli lelang juga sudah diatur dan semuanya prosesnya berjalan sebagaimana prosedur.
"Kasus pailit BKR misalnya, aset senilai Rp1,7 triliun dipailitkan hanya senilai Rp182 miliar. Para mafia hanya menyiapkan modal Rp2 miliar, yang Rp180 miliar dipinjam dari bank. Enak sekali para mafia itu," ujarnya.