REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Hanura Erik Satrya Wardhana menilai saat ini ada kesalahan paradigma dalam memandang fungsi subsidi khususnya pada BBM. Menurut dia, subsidi di Indonesia dipandang sebagai biaya. Padahal, subsidi itu seharusnya dipandang sebagai investasi.
"Dengan masyarakat disubsidi, itu kan tujuannya agar mereka bisa melakukan aktivitas kemasyarakatan dengan mudah sehingga bisa menjalankan roda perekonomian negara ini," kata Erik dalam suatu acara di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (25/10).
Menurut dia, tujuan tersebut tidak pernah tercapai. Sebab, subsidi hanya dipandang sebagai biaya, sehingga siapapun dapat menikmatinya, termasuk masyarakat kelas menengah atas.
Apalagi, lanjut dia, dengan adanya sistem pasar bebas di tahun depan, maka subsidi akan berguna untuk memproteksi harga. "Pasar bebas itu sejak lahir saja sudah cacat, makanya ada subsidi, karena bisa memproteksi," ucap dia.
Ia juga menjelaskan, karena harga BBM mengacu pada harga pasar internasional, maka nilai harga BBM di Indonesia menjadi besar. Ia membandingkan, harga BBM jenis Pertamax di negara lain yang Rp 7500 per liternya. "Di sini sampai Rp 11 ribu lebih, ini menunjukkan ada mark up," ujar dia.
Ia mengatakan, penyimpangan ideologi yang ada selama ini tentu menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan korupsi. "Salah paradigma, salah ideologi itu harus dibayar mahal," kata dia.