REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan istilah nama kabinet Jokowi-JK dari yang semula digadang-gadang sebagai Kabinet Trisakti menjadi Kabinet Kerja dipertanyakan.
Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti memandang perubahan tersebut sebagai perubahan arah dan paradigma.
Menurut Ray, jika semula ada harapan pembentukan kabinet diarahkan untuk sepenuhnya mewujudkan cita-cita kebangsaan yang dirumuskan dalam Trisakti, maka perubahan nama tersebut dengan sendirinya menimbulkan pertanyaan kemana orientasi kabinet kerja Jokowi.
"Apakah masih sepenuhnya hendak mewujudkan Trisakti atau sesuatu yang berjalan apa adanya," kata Ray melalui pernyataan kepada wartawan, Selasa (28/10).
Di samping itu, menurutnya, bisa dipahami perubahan nama tersebut jika melihat komposisi kabinet. Ray menilai beberapa nama dipertanyakan kesungguhanya mengusung jiwa Trisaksti.
"Orientasi pembentukan dan perubahan kabinet dari Trisakti ke Kabinet Kerja sama sekali tidak diutarakan Presiden. Baik ketika acara perkenalan, pelantikan maupun paska rapat kabinet pertama," ujarnya.
Khususnya nama-nama tim ekonomi. Menurutnya, hampir tidak terlihat jejak pandangan dan sikap yang tegas untuk kemandirian bangsa. "Mereka bukanlah barisan yang dikenal sebagai ekonom kerakyatan. Maka kabinet kerja bisa jadi untuk mengakomodasi mereka," imbuhnya.
Selain itu, Ray juga mempertanyakan penetapan 34 kabinet Jokowi dengan empat Menko. Menurutnya, postur kebinet berubah-ubah dari 34 lalu 33 dan akhirnya kembali 34. Dia menyayangkan janji tidak ada Menko tidak teralisasi, sebab, faktanya ada empat Menko dalam kabinet.
Oleh sebab itu, dia menilai pentingnya bagi Presiden bersama kabinet untuk menjelaskan apa saja target kerja mereka, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Target tersebut meliputi yang dapat dilakukan dalam setahun, dua tahun hingga lima tahun ke depan.
Dengan demikian, masyarakat punya arahan untuk dapat menilai dan mengevaluasi target-target pencapaian kabinet kerja. Selain itu, masyarakat akan mengerti ke mana arah perjalanan pembangunan bangsa Indonesia di era kabinet kerja.
"Jangan sampai ke depan, banyak menteri yang wara-wiri seperti kerja penuh dedikasi tetapi untuk sesuatu yang tidak dibutuhkan atau diperlukan masyarakat. Bagaimanapun, pembangunan harus tetap dimulai dengan target-target terukur," jelasnya.