REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD-- Anggota Negara Islam (IS) menghukum mati 67 anggota suku di Provinsi Anbar, Irak Barat, pada Ahad, sebagai bagian dari pembunuhan massal dalam beberapa hari belakangan terhadap anggota suku yang melawan gerak maju kelompok fanatik tersebut.
Peristiwa itu terjadi pada Ahad dini hari, ketika gerilyawan tersebut menangkap keluarga Suku Albu Nimer di satu daerah desa saat mereka menyelamatkan diri desa mereka di dekat Kota Kecil Al-Baghdadi di Ath-Tharthar, sekitar 200 kilometer di sebelah baratlaut Ibu Kota Irak, Baghdad, kata satu sumber keamanan provinsi kepada Xinhua.
Gerilyawan IS menghukum mati 67 orang dari keluarga yang ditangkap, dan menuduh mereka sebagai bagian dari kelompok paramiliter dukungan pemerintah, Sahwa, kata sumber tersebut. Sebelumnya, anggota IS menghukum mati sebanyak 255 anggota suku dari suku yang sama setelah kelompok itu membawa mereka pergi dari desa dan kota kecil tempat tinggal mereka di Provinsi Anbar, Irak Barat.
Pasukan keamanan dan anggota suku sekutu mereka, Albu Nimer, di Heet dan beberapa desa serta kota kecil di dekatnya telah memerangi anggota kelompok fanatik tersebut sejak pertengahan Oktober, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad malam.
Mereka berhasil mempertahankan beberapa bagian Heet, sehingga mencegah kota kecil itu jatuh ke tangan anggota IS --yang telah merebut sebagian besar Heet. Namun, pasukan pemerintah hanya mampu mempertahankan posisi terakhir mereka di kota kecil selama 10 hari akibat kurangnya bantuan prajurit dan kekurangan amunisi.
Kelompok IS telah merebut sebanyak 80 persen Provinsi terbesar Irak, Anbar, dan berusaha bergerak maju ke arah ibu kota Irak. Namun, beberapa serangan balasan oleh pasukan keamanan dan anggota milisi Syiah telah memaksa mereka menjauhi daerah di sebelah barat Baghdad --yang dihuni banyak warga Syiah dan dibentengi secara ketat oleh pasukan keamanan dan anggota milisi Syiah.
Sejak Desember tahun lalu, serangan gerilyawan di jantung permukiman Sunni di sebelah barat Baghdad yang membentang sampai Provinsi Anbar, yang telah menjadi ajang bentrokan sengit yang berkecamuk setelah polisi Irak melucuti satu lokasi protes anti-pemerintah di luar Kota Ramadi.