REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pemukulan terhadap wartawan oleh oknum polisi terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan kemarin. Pemukulan tersebut terjadi saat para wartawan dari berbagai media meliput bentrokan antara polisi dengan mahasiswa di depan kampus Universitas Negeri Makassar di Jalan Pettarani, Makassar, Kamis (14/11).
Menanggapi aksi tersebut, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Sutarman mengaku, upaya preventif terhadap kejadian serupa terus dilakukan oleh pihaknya.
"Setiap hari kita sudah ingatkan bahwa media itu teman kerja kita yang harus kita lindungi. Tapi untuk mengawasi 420 ribu orang kan tidak mudah juga," kata Sutarman usai Upacara Peringatan HUT ke 69 Brimob Polri di Markas Komando Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok, Jumat (14/11).
Meski begitu, ia mengakui bahwa perbuatan oknum-oknum polisi tersebut adalah keliru. "Itu salah, makanya saya minta maaf. Melanggar kedisiplinan dan kode etik. Nanti akan diproses secara hukum," ujarnya.
Sebelumnya, terjadi pemukulan terhadap beberapa wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan yang dilakukan oknum aparat kepolisian di Universitas Negeri Makassar di Jalan Pettarani, Makassar, Kamis (14/11).
Selain memukul, polisi juga diketahui merampas dan merusak beberapa alat liput seperti kamera dan memori wartawan.
Mahasiswa dan fasilitas kampus pun tak luput dari serangan polisi. Puluhan mahasiswa yang berhasil tertangkap oleh polisi diseret dan dipukuli. Kaca beberapa ruang kuliah di UNM juga ikut dipecahkan.
Selain itu, puluhan motor mahasiswa dan mobil dosen yang terparkir di dalam area kampus rusak parah akibat dilempar dan dipukuli polisi.
Diduga, aksi brutal polisi tersebut dikarenakan Wakil Kepolisian Resort Kota Besar (Wakapolrestabes) Makassar Ajun Komisaris Besar Toto Lisdianto yang terkena anak panah, saat mengamankan unjuk rasa oleh mahasiswa UNM yang berakhir bentrok dengan ratusan aparat kepolisian.