REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Pleno DPP Partai Golkar, Kamis (12/11) malam, akhirnya memutuskan pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) IX dilakukan pada Januri 2015. Sementara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar tetap diselenggarakan pada 17-19 Novemer 2014 di Yogyakarta.
Tercapainya kesepakatan waktu pelaksanaan Munas IX Partai Golkar terjadi setelah perdebatan dan pertarungan politik yang cukup keras. Berikut sejumlah catatan Republika Online (ROL) atas sejumlah peristiwa sebelum tercapainya kesepakatan munas di Januari 2015.
Tarik Menarik Munas Golkar Antara 2014 atau 2015
Keterpurukan Golkar di Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 memunculkan kekecewaan dari sejumlah kader Golkar. Kepemimpinan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie dianggap gagal total karena kursi Golkar di DPR turun drastis, dan juga tidak ada kader Golkar yang mereka diusung secara resmi bisa menjadi calon presiden ataupun calon wakil presiden.
Memang mantan ketua umum Golkar Jusuf Kalla berhasil menjadi wakil presiden pendamping Joko Widodo. Namun Jusuf Kalla tidak diusung resmi Golkar. Bahkan Golkar memutuskan menjadi pengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Persoalan ini yang kemudian menjadi pemicu desakan dilakukannya percepatan Munas IX Golkar, yang agenda utamanya adalah pemilihan ketua umum Golkar. Salah satu politikus senior yang kencang mendesak percepatan adalah Waketum Golkar, HR Agung Laksono. "Sesuai AD/ART, Munas diselenggarakan setiap lima tahunan. Berdasarkan perhitungan, Oktober ini," kata Agung, di Tasikmalaya, Jawa Barat, Ahad (13/7).
Jika mengacu pada AD/ART Partai Golkar, munas memang semestinya dilakukan pada Oktober 2014. Namun aturan di AD/ART ini dianggap tidak berlaku. Penyebabnya, Munas VIII Golkar di Riau membuat rekomendasi bahwa Munas IX diselenggarakan pada 2015.
Aburizal Bakrie dan sejumlah ketua DPP Golkar tetap bersikukuh memegang hasil rekomendasi munas di Riau. Rekomendasi Munas Riau 2009 dianggap tidak menyalahi AD/ART Partai Golkar .
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Sharif Cicip Sutarjo mengatakan rekomendasi itu diputuskan lewat kesepakatan bersama elite-elite Golkar yang ada saat itu. "Pak Jusuf Kalla diwakili Andi Matalata sebagai Ketua Sterring Committee waktu itu. Perwakilan Aburizal dan Surya Paloh. Tiga pihak sudah duduk bersama," kata Cicip.
Perdebatan ini semakin kencang, karena sejumlah karena kader Golkar di ormas pendiri Partai Golkar maupun kader Golkar di daerah ikut bicara. Ada yang mendukung kembali ke AD/ART Golkar, dan ada yang mempertahankan rekomendasi Munas Golkar 2009 di Riau.
(bersambung...)