REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan komitmennya mendorong pengembangan keuangan Islami di Indonesia.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Dharmansyah Hadad mengakui, keuangan Islami, khususnya perbankan syariah di Indonesia mampu terus tumbuh dan berekspansi dalam satu dekade terakhir. Bank syariah yang ada di Tanah Air mampu mencatat pertumbuhan yaitu 24 persen (2013, year on year).
Tak hanya itu, perbankan syariah di Indonesia juga menikmati pertumbuhan tiga kali lebih cepat dibandingkan pertumbuhan perbankan konvensional di Tanah Air. Kemudian, industri keuangan Islami Indonesia memiliki pertumbuhan yang bervariasi, mulai 10 persen sampai 30 persen (2013, year on year).
"Untuk itu, kami sangat memberikan perhatian untuk keuangan Islami dan secara terus-menerus mendorong pengembangan keuangan Islami di Indonesia. OJK percaya pertumbuhan keuangan Islami akan membawa keuntungan (maslahat) untuk keberlanjutan pengembangan ekonomi, stabilitas sistem finansial, dan kesejahteraan sosial," katanya, Ahad (23/11).
Ia menyebutkan, ada beberapa alasan mengapa keuangan syariah membawa keuntungan dan manfaat. Pertama, keuangan Islami sangat berhubungan dengan sektor riil sejak produknya, khususnya pembiayaannya selalu menggunakan transaksi sektor riil yang notabene merupakan bentuk permintaan.
Jadi, dampaknya sangat terasa signifikan dalam memajukan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini diakuinya juga mengurangi potensi bubble yang mungkin terjadi dalam pembangunan ekonomi. Alasan kedua, kemungkinan spekulasi berlebih berkurang sejak keuangan syariah melarang praktik spekulasi (gharar).
Prinsip ini, kata dia, membuat keuangan syariah lebih tahan menghadapi dampak krisis keuangan global. Untuk itu, keuangan Islami memiliki potensi kuat untuk memajukan stabilitas sistem keuangan.
Ketiga, sistem bagi hasil untung rugi yang merupakan prinsip keuangan Islami diakui pihaknya menguntungkan dan adil untuk semua pihak. Diantaranya pemilik dana, peminjam, dan bank.
Untuk itu, dia melanjutkan, sistem ini dapat mendatangkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Keuangan Islami juga memiliki elemen penting fungsi sosial untuk mendistribusikan kembali pendapatan melalui hasil qardhul hasan.
"Dengan karakteristik khusus model bisnis seperti itu, keuangan Islami dapat berkontribusi lebih efektif untuk bisnis di sektor riil dibandingkan pasar keuangan. Model keuangan syariah lebih tahan menghadapi krisis keuangan," katanya.
Pihaknya juga mengakui, keuangan Islami di Indonesia sejalan dengan model bisnis sejak pengembangan pasarnya mempertemukan permintaan sektor riil. Namun, kata dia, strategi pengembangan keuangan syariah sedikit ketinggalan diantara negara-negara yang memberikan porsi lebih untuk pengembangan pasar keuangan.
Muliaman menyebutkan, institut global McKinsey melaporkan aset keuangan global di tahun 2012 mencapai 225 triliun dolar AS. Jika diasumsikan pertumbuhannya 5 persen, maka nilai aset keuangan global tahun 2013 sekitar 236 triliun dolar AS. Sedangkan nilai aset keuangan Islami secara global hanya 1,8 triliun dolar AS. Artinya, kata dia, pangsa pasar keuangan Islami hanya 0,8 persen dari total pangsa pasar.
"Jadi dibutuhkan upaya lebih besar untuk meningkatkan pangsa pasar keuangan Islami," ujarnya.
Pertama, upaya untuk membuat inovasi produk dan pelayanan. Kedua, pengembangan keuangan Islami butuh dukungan kerangka legal formal yang memadai. Upaya terakhir yaitu pengembangan keuangan Islami membutuhkan kolaborasi dan persetujuan bersama pihak yang terlibat.
"Artinya, pengembangan keuangan syariah adalah tanggung jawab semua pihak terkait, tidak hanya OJK maupun bank sentral. Ini juga jadi tanggung jawab institusi pembuatan kebijakan, industri, maupun lembaga pendidikan," katanya.