REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar, Tantowi Yahya menolak jika partainya disebut berkhianat kepada Partai Demokrat, karena menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada yang dikeluarkan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Tidak benar Partai Golkar ingkar janji atau mengkhianati kesepakatan dengan Partai Demokrat," tegasnya.
Tantowi mengakui adanya kesepakatan antara Partai Golkar dan Partai Demokrat untuk mendukung Perppu no 1/2014 tentang Pilkada dan Perpu no 2/2014 tentang Pemda. Namun kerjasama yang dibuat oleh DPP Golkar rezim 2009-2014 itu, telah dimentahkan dalam Musyawarah Nasional IX Golkar. Dalam Munas di Bali mayoritas peserta Munas menolak Perppu Pilkada.
"Penolakan tersebut adalah aspirasi peserta munas setelah mereka mencermati dan mengalami baik buruknya Pilkada langsung selama ini," ujar Tantowi.
Tantowi mengatakan DPP Partai Golkar telah meminta Fraksi Golkar di DPR RI untuk berkomunikasi dengan fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Golar berharap penolakan terhadap Perppu Pilkada bisa berjalan mulus dengan dukungan mayoritas fraksi.
"Sesuai mekanisme DPP Partai Golkar menginstruksikan Fraksi Partai Golkar di DPR RI utk mengkomunikasikannya dengan kolega KMP di DPR RI," katanya.
Sementara, Wakil Ketua Umum PAN, Drajad Wibowo mengatakan partainya belum menentukan sikap soal Perppu Pilkada. Ini karena masih ada perbedaan pandangan antara yang mendukung dan menolak Perppu.
"Tapi sepertinya sekarang lebih cenderung ke arah mendukung," kata Drajad dihubungi wartawan.
Drajad menjelaskan perbedaan pandangan di internal PAN terjadi karena semua konsep Perppu Pilkada yang ditulis Pemerintah SBY harus disetujui 100 persen atau ditolak 100 persen. Artinya, tidak ada ruang bagi DPR membahas Perppu tersebut. Padahal, konsep yang dituliskan Pemerintah SBY belum tentu bisa mengatasi efek-efek negatif pilkada langsung.
"Konsep yang diajukan SBY malah terlalu berlebihan mengaturnya," ujar Drajad.