Kamis 02 May 2019 20:46 WIB

Asma Nadia: Ngaji Digital Melengkapi Pengajian Tatap Muka

Menurut Asma Nadia, menyimak ngaji digital itu cenderung komunikasi searah

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Hasanul Rizqa
Asma Nadia
Foto: Republika/Shelbi Asrianti
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, pelbagai konten dakwah Islam dapat diakses dengan cukup mudah melalui media sosial. Ngaji digital, begitu fenomena itu disebut, bahkan telah menjadi gaya hidup bagi sebagian anak muda Muslim milenial. Hal itu ditanggapi penulis novel-novel islami best seller, Asma Nadia.

Menurut dia, salah satu karakteristik ngaji digital ialah keleluasaan penerimanya. Seseorang dapat memilih penceramah mana yang mau disimaknya. Biasanya, orang tadi telah menjadi pengikut (follower) penceramah itu di akun media sosialnya.

Baca Juga

Bedanya dengan pengajian tatap muka, ngaji digital kurang menyediakan sesi tanya jawab. Komunikasi satu arah lebih kerap adanya. "Mendengar dakwah online, berarti menyerap berdasarkan asumsi dari si pendengarnya itu sendiri," kata Asma Nadia saat berbincang dengan Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Maka dari itu, lanjut dia, kurang baik bila sampai menyimak konten dakwah diartikan sebagai meninggalkan pengajian tatap muka. Dia mengumpamakan hal itu. Misalnya, seorang anak muda perantauan merasa sudah cukup dengan menanyakan kabar orang tua via pesan WhatsApp. Padahal, orang tua seharusnya ditengok dan ditemui langsung, setidaknya beberapa hari per pekan.

Sebelumnya, pendiri Forum Lingkar Pena (FLP) itu juga berpendapat soal efektivitas dakwah, apakah via daring atau langsung.

Pengajian tatap muka, menurutnya, dapat menjadi kesempatan atau sarana membangun silaturahim. Adanya smartphone kadangkala membuat orang-orang mengabaikan pentingnya silaturahim. Padahal, silaturahim tatap muka tetap penting.

"Pengajian online itu ilmunya dapat, tapi silaturahimnya belum tentu,” kata Asma Nadia.

Bagaimanapun, Asma menegaskan, orang yang mengakses dakwah online, tetapi tak sempat menghadiri pengajian langsung, itu masih lebih baik daripada tidak melakukan keduanya sama sekali.

“Kalau pengajian, kita bisa pastikan ajaran, ya. Kemudian, ada nilai silaturahim. Dan itu harus dipertahankan. Misalnya, sesekali. Ambil contoh, Kajian Musawarah. Itu kan pengajiannya rutin, biasanya yang datang selebritis yang berhijrah. Saya salut mereka sibuk, tapi bisa selalu bertemu,” papar dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement