REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dua kubu kepengurusan partai Golkar sudah mendaftarkan diri ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Senin (8/12) kemarin. Dua kubu mengklaim kepengurusan dan musyawarah versinya paling benar dan sesuai AD/ART.
Keduanya, baik kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono berharap Kemenkumham mengesahkan kepengurusannya. Namun, dalam posisi ini, menurut Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Harkristuti Harkrisnowo, Kemenkumham tidak dapat memutuskan pihak mana yang akan disahkan kepengurusan dan hasil munasnya.
Pasalnya, Kemenkumham dalam hal sengketa kepengurusan ini tidak dalam posisi sebagai sumber gugatan. Posisi ini sama seperti yang terjadi dengan kisruh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun, keputusan siapa yang sudah sesuai dengan Undang-Undang dari kedua kubu ada di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hasil keputusan dari sidang inilah yang akan disahkan oleh Kemenkumham.
"Kemenkumhan bukan dalam kapasitas memutuskan siapa yang benar, hanya mengesahkan kepengurusan yang sudah diputuskan pengadilan," kata Harkristuti pada Republika, Selasa (9/12).
Harkristuti menambahkan, Kemenkumham memang wajib mengesahkan kepengurusan partai Golkar. Namun, pengesahan ini hanya akan dilakukan setelah keluar putusan tetap oleh pengadilan. Sebab, salah satu kubu sudah melaporkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jadi keputusan pengesahan akan dilakukan menunggu hasil PTUN.
Sebelumnya, kubu Agung Laksono mengadukan munas partai Golkar di Bali kepada Kemenkumham dan PTUN. Agung bersama presidium penyelamat partai menganggap, pelaksanaan munas di Bali melanggar AD/ART partai Golkar. Akhirnya presidium penyelamat partai menggagas munas tandingan di Jakarta yang baru berakhir Senin (9/12).