REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis mahasiswa dari Makassar dan Jakarta sepakat akan terus menggelar aksi unjuk rasa terkait dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menaikkan harga BBM bersubsidi. Mereka menyatakan demonstrasi akan terus dilakukan mengingat kenaikan harga BBM tersebut semakin membuat kehidupan rakyat kecil terjepit.
"Adanya ‘bantalan’ berupa bantuan Rp 400 ribu tak banyak menolong karena harga-harga komoditi kebutuhan sehari-hari naik secara drastis," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Makassar Indonesia Muhammad Wildan di Jakarta, Selasa (9/12).
Menurut Wildan, seorang pelajar di Makassar Moh Arif telah meninggal dunia dalam aksi tolak kenaikkan BBM. Kepala dia terluka parah di bagian belakang dan gigi depannya tanggal. "Pengorbanan Arif adalah semangat kami untuk memperjuangkan nasib rakyat kecil," kata Wildan.
Akibat aksi unjuk rasa itu, Wildan pun kini mendapat beban mental yang serius. Selain mendapat intimidasi, mereka telah mendapat ancaman dikeluarkan (drop out) dari kampus.
"Rektor kami menganggap unjuk rasa telah mengganggu masyarakat. Katanya telah membuat rusuh sehingga kami harus di-DO," ujarnya seraya menyatakan tak punya masalah akademis sehingga harus diberhentikan dari kuliah.
"Nilai saya bagus. Absensisnya juga bagus. Tapi ya itu katanya akan di-DO karena selalu bikin rusuh melalui demonstrasi," tambah Wildan.
Kajian mahasiswa di Makassar menyatakan, masih banyak pilihan kebijakan lain yang bisa dipakai untuk menutup kesenjangan fiskal selain menaikan harga BBM.
"Kami melihat kebijakan presiden menaikan harga BBM pada saat ini tidak tepat karena harga minyak dunia turun sangat dratis. Di negara tetangga, Malaysia dan Cina, kini mereka munurunkan harga BBM, tapi kok kita malah menaikkan harganya. Kebijakan ini jelas tidak adil," ujarnya.
Aktivis mahasiswa Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta juga menyatakan akan terus menggelar aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Bahkan dia menyatakan unjuk rasa itu harus dilakukan sebagai penolakan atas munculnya ketidakadilan.
"Kalau besok para buruh melakukan unjuk rasa besar-besaran, kami juga akan melakukannya," tegas dia.
"Kami tersinggung dengan pernyataan presiden yang menatakan, 'bukan urusan saya' ketika diminta tanggapannya atas meninggalnya seorang pengunjuk rasa di Makassar. Saya bertanya selama ini presiden telah mengurus apa?" kata aktivis mahasisma Unisma Bekasi.