REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Sekretaris Dewan Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Muti, alotnya pengesahan Peraturan Kapolri (Perkap) terkait Jilbab Polisi Wanita (Polwan) dikarenakan faktor politis.
"Faktornya bukan karena anggaran tetapi politis di mana sebagian pimpinan di Kapolri berkeberatan terkait Jilbab Polwan ini," ujar Muti saat dihubungi Republika Online, Rabu (10/12).
Sebab, tidak dianggarkan pun, menurutnya banyak Polwan yang merogoh kocek pribadi agar bisa mengenakan jilbab. "Tetapi karena banyak tekanan dari beberapa kelompok tertentu menjadikan Perkap ini lama keluar," lanjut dia.
Bahwa, beberapa pihak yang berkeberatan dengan gol nya Perkap itu juga dikarenakan terkait Jilbab Polwan dianggap sebagai upaya Islamisasi kepolisian.
"Tetapi kan kalau dilihat dari sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM), ini bukan Islamisasi, namun lebih kepada keinginan untuk berekspresi, menyangkut keyakinan yang ingin dipegang teguh seseorang," katanya.
Ditambahkannya, kendati tidak menutup kemungkinan sepak terjang Perkap ini masih menemui kendala seperti ancaman dari pihak-pihak tertentu misalnya, namun yang terpenting, bagaimana Polwan berjilbab nanti berkinerja lebih baik dan menjadi teladan bagi masyarakat. "Ini yang terpenting," kata dia.
Sebagai informasi, Perkap mengenai seragam jilbab Polwan tersebut belum dirampungkan oleh Kapolri dikarenakan ada beberapa hal yang masih perlu dilengkapi. Namun diakui Mabes Polri, sekitar Rp 600 juta telah dianggarkan untuk pembelian jilbab Polwan yang diambil dari total anggaran belanja barang Polri untuk 2015.