REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Coordination of Benefit (COB) atau manfaat tambahan dalam pelaksanaan BPJS sebagaimana diamanatkan perpres no 111/2013 belum tersosialisasi dengan baik dan massif. Petunjuk teknis CoB pun belum banyak disampaikan kepada perusahaan, pekerja maupun provider lainnya.
"Padahal, menjadi peserta BPJS Kesehatan tanpa ada CoB akan berpotensi menurunkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi pekerja dan keluarganya," kata Wakil Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Kesehatan yang juga Direktur Utama Rumah Sakit MMC Adib Abdullah Yahya pada Kamis (11/12).
Diterangkannyam dalam CoB BPJS Kesehatan di tingkat pertama, pelayanan fasilitas kesehatan (faskes) seluruhnya berada di bawah tanggung jawab BPJS kesehatan. Sementara, pelayanan di non Faskes BPJS tidak ditanggung oleh BPJS kecuali dalam kondisi gawat darurat. Kemudian, untuk pelayanan non faskes BPJS di luar kondisi gawat darurat sepenuhnya ditanggung oleh asuransi tambahan.
Artinya, penerapan harusnya diimbangi dengan kecukupan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Namun kenyataannya, hal tersebut belum terpenuhi sehingga berdampak pada peningkatan beban kerja dokter yang berpotensi overwork. Karenanya, potensi penurunan mutu layanan pun bisa terjadi.
Maka jalan yang mesti ditempuh menurutnya ialah koordinasi yang baik. Bukan hanya di bidang sosialisasi pelaksanaannya, tapi juga koordinasi sistem informasi, koordinasi manfaat pelayanan kesehatanm premi dan iuran, kepesertaan serta koordinasi penagih klaim. "Ini butuh waktu yang tidak sebentar," katanya.