Rabu 17 Dec 2014 09:13 WIB

PPP Kubu Romy: Keputusan Menkumham Terkait Konflik Golkar Tepat

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Bayu Hermawan
Foto kombo Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi munas Jakarta Priyo Budi Santoso (foto kiri) dan Ketua Umum Partai Golkar versi munas Bali (foto kanan) saat akan menyerahkan hasil Munas ke Kemenkumham, Jakarta, senin (8/12).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Foto kombo Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi munas Jakarta Priyo Budi Santoso (foto kiri) dan Ketua Umum Partai Golkar versi munas Bali (foto kanan) saat akan menyerahkan hasil Munas ke Kemenkumham, Jakarta, senin (8/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PPP kubu Rommahurmuziy, Sigit Hariyanto mengatakan dualisme kepengurusan yang terjadi di Partai Golkar tidak bisa disamakan dengan kasus PPP.

Menurutnya wajar jika kemudian Menteri Hukum dan Ham (menkumham), Yasonna H. Laoly mengambil sikap berbeda dalam menyelesaikan konflik kedua partai.

"Perbedaan tindakan menkumham terhadap PPP sudah profesional," kata Sigit kepada wartawan di Jakarta, Rabu (17/12).

Sigit memandang forum Musyawarah Nasional (Munas) IX Golkar yang digelar kubu Agung Laksono di Jakarta dan kubu Aburizal Bakrie (Ical) di Bali sama-sama memenuhi syarat. Sebab kedua munas tidak diselenggarakan dalam selisih waktu lebih dari tujuh hari dan dihadiri 2/3 peserta.

"Menkumham telah secara proporsional memaknai Pasal 23, 24, dan 25 UU 2/2008 yang mendefinisikan dan mengatur penyikapan menteri atas perselisihan partai politik," ujarnya.

Kondisi berbeda terjadi di PPP. Sigit mengklaim muktamar kubu Rommahurmuziy lebih sah daripada muktamar kubu Djan Faridz. Sebab muktamar kubu Rommahurmuziy diselenggarakan lebih dulu yakni 15-17 Oktober 2014 di Surabaya. Baru kemudian setelah kurang lebih 14 hari kubu Djan Faridz menyelenggarakan muktamar pada 30 Oktober di Jakarta.

"Dalam hal PPP, tidak ada forum tertinggi parpol selain Muktamar VIII PPP di Surabaya 15-17 Oktober 2014. Sedangkan acara yang digelar SDA tgl 30 Okt 2014 jelas tidak memenuhi syarat tadi," jelasnya.

Sebelumnya Menkumham, Yasonna H. Laoly memutuskan untuk menunda pengesahan kepengurusan DPP Partai Golkar yang diajukan kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie. Yasonna meminta perselisihan kedua kubu diselesaikan dalam forum Mahkamah Partai Golkar.

Sikap Yasoona itu kemudian dipertanyakan oleh Bendahara Umum DPP Golkar hasil Munas IX Bali (kubu Aburizal), Bambang Soesatyo. Menurut Bambang sikap Yasonna berbanding terbalik saat menyelesaikan dualisme kepengurusan di PPP yang melibatkan kubu M Rommahurmuziy dan kubu Djan Faridz.

"Mengapa Menkumham bersikap berbanding terbalik saat menyikapi PPP? Ada apa dengan Menkumham?," tanyanya.

Saat menyelesaikan dualisme kepengurusan di PPP, Yasonna tidak menyarankan jalan islah kepada Rommahurmuziy dan Djan Faridz. Dia langsung mengesahkan kepengurusan PPP versi Rommahurmuziy yang mendukung pemerintahan Jokowi-JK.

"Ketika itu, tanpa perintah islah Menkumham langsung dalam hitungan jam (pasca dilantik) keluarkan SK untuk PPP kubu Rommy," kata Bambang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement