REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberhentikan dengan hormat terpidana korupsi Rachmat Yasin dari jabatannya sebagai Bupati Bogor. Keputusan Mendagri tersebut tak ayal mendapat kecaman dari sejumlah kalangan publik karena dinilai merusak rasa keadilan masyarakat.
"Padahal, Yasin terbukti melakukan korupsi dan telah divonis oleh Pengadilan Negari Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Bandung dengan hukum 5,6 tahun penjara," ujar pengamat anggaran, Uchok Sky Khadafi, di Jakarta, Kamis (18/12).
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menetapkan pemberhentian Rachmat Yasin sebagai Bupati Bogor secara hormat dengan mendapatkan hak uang pensiun. Hal itu terungkap setelah diterbikannya Surat Keputusan (SK) Mendagri Nomor 131.32.4652 tertanggal 25 November 2014.
Uchok menilai keputusan Mendagri tersebut sangat kontroversial sekaligus ironis, karena bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Pemberhentian Yasin secara hormat menurutnya bakal menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan Korupsi di Indonesia.
“Pemberantasan korupsi di bawah pemerintahan Jokowi-JK semakin buruk. Baru kali ini pemerintah memberhentikan secara hormat mantan pejabat yang telah terbukti korupsi," kecam Uchok.
Uchok menilai Tjahjo Kumolo selaku Mendagri tidak mengindahkan dasar hukum dalam memberhentikan seorang pejabat daerah yang terlibat korupsi. Dia bahkan menduga ada praktik persekongkolan dalam proses penerbitan SK Mendagri tersebut.
"Karenanya, kami mendesak KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengusut proses penerbitan SK Mendagri itu. Dengan memberhentikan Yasin secara terhormat, itu sama saja artinya pemerintah membela koruptor," kata Uchok lagi.