REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai umat Islam harus lebih arif dalam membaca pemberitaan media massa guna menghindari penyikapan sesuatu secara keliru. Hendaknya masyarakat juga tidak mencari-cari apalagi menyebarkan potensial yang bisa memecah masyarakat. Salah satunya dengan menyebar isu-isu yang tidak substantif.
"Perlu diklarifikasi kebenaran dari berita-berita yang berkembang di media massa. Misalnya soal doa itukan berbeda maksud dengan keinginan asli Mendikbud yang saya baca dalam wawancaranya di Republika,"jelasnya, Selasa (23/12).
Menurutnya, jika memang ada kebijakan yang meminggirkan umat Islam harus disikapi secara arif dan santun. Dengan Upaya komuniksi dan dialog bersama para pengambil kebijakan.
Sebab jika emosional, maka justru akan timbul hal negatif seperti perpecahan yang dampaknya pada bangsa secara keseluruhan. Terutama pada umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas Indonesia. "Kalau perpecahan, yang paling merugi itu umat Islam karena mayoritas jadi yang merasakan kuantitatif kerugiannya adalah umat islam begitu juga sebaliknya,"kata Mu'ti.
Dia juga berharap pada Pemerintah untuk fokus kerja nyata yang dirasakan langsung untuk menyejahterakan masyarakat. Bukan justru meributkan hal-hal sensasional dan kebijakan yang tidak substantif seperti yang berkembang sekarang ini."Dengan adanya kritik itu, Pemerintah harus sadar bahwa masyarakat ingin kerja nyata yang dirasakan langsung untuk kesejahteraan masyarakat,"ungkapnya.