REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf mengatakan telah menyerahkan data kepala daerah pemilik rekening gendut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. Setidaknya, terdapat lebih dari 20 kepala daerah yang disebut PPATK sebagai pemilik rekening gendut tersebut.
"Lebih dari 20, saya enggak sebut nama. Dari yang kami kirim sembilan sudah sampai di pengadilan, yang lain masih proses," kaat Yusuf di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (23/12).
Lebih dari 20 kepala daerah tersebut, menurut Yusuf, terdiri dari gubernur, bupati dan walikota. Ada yang sudah spensiun, namun sebagian besar masih aktif menjabat hingga saat ini.
Yusuf tidak bersedia merinci daerah yang dipimpin kepala daerah tersebut. Kata dia, mereka tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
Transaksi mencurigakan dari kepala daerah itu menurutnya rata-rata sudah berlangsung sejak tahun 2009. Dengan nilai transaksi dan rekening bervariasi. Mulai dari miliaran hingga puluhan miliar. "Rata-rata miliar, ada yang puluhan miliar ada yang miliaran. Ada yang total akumulasi lebih dari Rp 50 miliar," jelasnya.
Aliran dana dari para kepala daerah tersebut, lanjut Yusuf, mengalir dari dan ke berbagai pihak. Beberapa dari perusahaan yang mendapatkan proyek di lingkungan pemerintahan daerah yang dikirim langsung ke kepala daerah tersebut. Atau aliran dana dari dan ke tim sukses kepala daerah itu. "Variatif dari perusahaan yang dapat proyek di lingkungan pemda dikirimkan ke yang bersangkutan. Ada yang dikirim ke timses," ujar Yusuf.
PPATK, dia melanjutkan, meneruskan dan membagi data rekening gendut tersebut ke KPK, kepolisian dan Kejagung untuk ditindaklanjuti. Pembagian berdasarkan pertimbangan politis dan kerumitan kasus. Misalnya kerumitan kasus, jumlah transaksi masif, atau ruang lingkup kasus.
"Bisa pertimbangan politis, pertimbangan kesulitan mengusut. Kalau anggota parpol tentu KPK lebih gampang mengusut," ungkapnya.
n Ira Sasmita