Jumat 26 Dec 2014 07:26 WIB

Ini Curhatan Putra Bungsu Jokowi pada Usia 20 Tahun

Kaesang Pangarep dan cinta pertamanya.
Foto: Misterkacang
Kaesang Pangarep dan cinta pertamanya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah dua bulan tidak menulis, Kaesang Pangarep mengunggah kisah terbaru perjalanan hidupnya di blog Misterkacang.blogspot.com pada 25 Desember. Pria kelahiran 25 Desember 1994 ini, membuat tulisan berjudul 20 Tahun sekaligus sebagai penanda usianya yang menginjak 20 tahun.

Pada hari ulang tahunnya, putra bungsu Presiden Jokowi tersebut bersyukur atas segala pencapainnya selama ini. Dia merasa beruntung dibandingkan kebanyakan masyarakat Indonesia lain. Misalnya, bisa mengenyam pendidikan di Anglo-Chinese School, Singapura, dan memiliki beragam pengalaman unik selama di negara rantau.

Tentu saja, kisahnya tidak bisa dilepaskan dari kegagalannya dalam mendekati cewek. Alhasil, status jomblo sejati terus disandangnya. Berikut kisahnya:

Menurut gue, umur 20 tahun adalah umur yang cukup singkat. Hidup 20 tahun di dunia yang udah mulai nggak "genah" cukuplah berat. Banyak masyarakat diluar sana yang kurang beruntung. Ada yang belum punya kesempatan untuk menjajal pendidikan di Indonesia.

Ada juga orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk makan sehari tiga kali. Jadi, di umur gue yang udah 20 tahun ini, gue selalu berusaha untuk selalu mengucap syukur kepada Allah walaupun terkadang sebagai manusia, gue pengen sesuatu yang lebih juga.

Di umur  gue yang udah 20 tahun ini, gue ngejalanin kehidupan aneh-aneh di dunia ini. Apalagi setelah gue pindah ke Singapore untuk ngelanjutin pendidikan gue disana. Gue ngelanjutin sekolah disana bukan berarti gue nggak percaya sama sistem pendidikkan di Indonesia.

Gue pengen banget bisa bahasa inggris karena menurut gue sekolah di sekolah internasional nggak cukup karena masih banyak orang indonesia disana. Semakin banyak orang Indonesia, semakin banyak pula gue bicara dalam bahasa indonesia.

Sekitar 4 tahun gue tinggal di Singapore, gue belajar banyak disini. Bukan cuma masalah pendidikkan, tapi juga masalah yang sering menyangkut para remaja, yaitu percintaan. Selama 4 tahun gue di Singapore, gue selalu sial dalam masalah percintaan. Bukan karena gue nggak laku. Bukan karena gue selektif. Tapi ini karena gara-gara gue udah nggak laku dan selektif.

Selama 4 tahun gue di Singapore, ada 3 cewek yang mampir sebentar di kehidupan gue. Cewek pertama bukan cewek Indonesia. Gue udah berusaha semaksimal mungkin untuk ngedapatin doi. Tapi apa daya, gue nggak bisa. Gue dengan suksesnya ditolak sama doi dan cuma dianggap sebagai teman saja. Doi adalah cewek pertama yang berani-beraninya tolak gue. Di mata gue, doi adalah cewek yang spesial yang nggak ada duanya.

Gue paling suka sama matanya walaupun sipit gimana gitu. Mungkin gara-gara sipit, doi nggak bisa ngeliat kegantengan gue secara maksimal walaupun muka gue yang minimalis akan kegantengan ini. Nggak cuma matanya aja yang gue suka dari doi, senyum doi juga. Apalagi waktu doi senyum ke gue, rasanya itu kayak dunia berhenti. Gue bisa saja ngeliatin senyum doi seharian kalau diberi kesempatan.

Valentine tahun ini, gue kasih doi valentine card. Nggak romantis sih, tapi niat gue cuma untuk terima kasih sama doi karena sudah memberi warna di kehidupan cinta gue. Tanpa doi, gue nggak bakalan tau gimana rasanya ditolak. Walaupun bikin galau dan menyakitkan, tapi setidaknya gue banyak belajar dari pengalaman itu.

Nggak semua cewek bisa seenak udelnya kita jadiin pacar kita. Memang gue pernah nyesel karena nggak bisa dapetin doi karena doi sekarang cantik banget, nggak kayak dulu. Kayaknya doi berhasil metamorfosis dari kecoa ke bidadari.

Sebelum gue balik ke jakarta, gue terima sesuatu dari doi. Bisa dibilang surat tapi bentuknya nggak kayak surat sama sekali. Pertama kali liat, gue males banget bacanya karena gue ngeliat tulisannya banyak banget kayak esai 2000 kata. Tapi mau nggak mau, gue baca juga karena gue penasaran banget sama apa yang ditulis doi ke gue.

Setalah gue baca sampai selesai, secara nggak sadar gue nangis. Gue nggak tau kenapa gue bisa nangis. Terakhir kali gue nangis itu waktu SD gara-gara gue jatuh di got sebelah rumah. Bukan masalah sakit yang bikin gue nangis, tapi gara-gara gue diketawain sama ibu-ibu berbadan berisi semacam penguin obesitas. Sumpah itu serem banget ketawanya, nyokap gue marah aja nggak pernah seserem itu.

Yang bikin gue nangis itu gara-gara doi ingat salah satu momen dimana gue kenalan sama doi. Juga ada momen dimana gue bangunin doi yang tidur di bis supaya doi nggak kebablasan. Walaupun ini cuma momen-momen kecil yang jarang ingat, tapi doi ingat. Gue nangis sampai 5 menit dan gue baru bisa berhenti nangis gara-gara ngeliat bang Arie Keriting stand up di youtube.

Nggak cuma dapat surat, gue juga akhirnya bisa foto bareng sama doi waktu prom. Lumayanlah, cinta ditolak tapi foto bareng didapat.

Coba diliat fotonya, gue keliatan ngenes maksimal. Gue kayak ngeharapin sesuatu dari doi tapi doi nggak mau kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement