REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas menilai, pemerintah masih lamban dalam menanggapi konflik antaragama yang terjadi di Indonesia.
"Isu-isu sensitif yang bisa timbulkan konflik antaragama, pemerintah harus cepat menanggapainya, jangan berlarut-larut," kata Yunahar saat dihubungi ROL, Senin (29/12).
Selama ini, kata dia, ada kecenderungan pemerintah tidak segera menanggapi konfik keagamaan yang sudah lama dimasalahkan. Misalnya, gesekan yang sering terjadi karena pendirian rumah ibadah.
Padahal, kata dia, seharusnya pemerintah segera mendudukkan masalahnya agar terhindar dari konflik horizontal.
Yunahar mencontohkan, sulitnya umat Muslim mendirikan masjid di daerah di luar Jawa. Seperti Bali, Tapanuli Utara dan Manokwari.
Begitu juga sebaliknya, umat Kristen yang sulit mendirikan gereja di tempat mayoritas Muslim. "Permasalahan ini jangan disepelekan saja," kata Yunahar.
Masalah ini, kata Yunahar, harus segera diselesaikan oleh pihak yang mempunyai otoritas. Jika perlu, pemerintah berkonsultasi dengan para ulama dan tokoh agama.
Untuk mengatasi persoalan keagamaan, Yunahar menyarankan, pemerintah untuk lebih aktif mengajak pemimpin informal. Seperti pemimpin ormas Islam, ulama dan pemimpin kaum untuk berdiskusi. Pemerintah diharapkan jangan terlalu mengandalkan pemimpin formal.
"Pemerintah harus banyak mengajak pemimpin-pemimpin informal untuk menyelesaikan masalah bangsa ini. Gak bayar kok," tegas Yunahar.