REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian DPP Partai Golkar hasil Munas IX Bali, MS Hidayat menilai kubu Agung Laksono telah melanggar sejumlah kesepakatan dalam perundingan damai.
Hidayat mencontohkan, kubu Agung telah mengistruksikan pengurus Golkar di DPD I provinsi dan DPD II kota/kabupaten menggelar musyawarah daerah (musda).
"Kita sudah sepakat semua status quo sampai dengan tanggal 8 (Januari) tapi mereka kirim surat instruksi ke DPD provinsi dan kabupaten," kata Hidayat saat dihubungi Republika, Selasa(6/1).
Intruksi menggelar musda jelas bertentangan dengan kesepakatan untuk tidak memperluas konflik di level DPP ke level daerah. Karena agenda utama musda antara lain memilih ketua DPD I dan II Golkar.
Hidayat mengatakan, intruksi yang disampaikan melalui surat itu juga mengharuskan para pengurus DPD I dan DPD II berkonsultasi dengan pengurus DPP kubu Agung sebelum menggelar musda. "Diminta melakukan musda-musda dan koordinasi dengan DPP Golkar pimpinan Agung," ujar Hidayat.
Hidayat juga menyayangkan sikap kubu Agung yang tidak mencabut gugatan terhadap kubu Aburizal Bakrie (Ical) cs di Pengadilan Jakarta Pusat. Padahal sebelumnya juru runding kubu Agung, Andi Matalatta berjanji akan mencabut gugatan terhadap kubu Ical.
Menurut Hidayat sikap Agung cs berpotensi merusak proses perundingan islah yang selama ini dilakukan kedua kubu. "Ya bisa mengganggu," kata Hidayat
Mantan menteri perindustrian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu pun pesimistis perundingan islah bakal membuahkan hasil yang baik. Karenanya, ia berpandangan konflik dualisme kepengurusan DPP Golkar lebih baik diselesaikan di pengadilan. "Jadi rasanya memang harus di pengadilan mencari kebenaran," katanya.