REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Agung (MA) membantah melakukan pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penerbitan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang peninjauan kembali (PK) hanya satu kali. SEMA tidak menyatakan putusan MK nomor 34/PUU-XI/2013 yang membolehkan PK berkali-kali tidak mempunyai kekuatan hukum.
"SEMA kalau dilihat begitu saja memang seolah-olah terjadi pembangkangan. Tapi kalau dilihat secara teliti dan mendalam, kami tidak menyatakan putusan MK itu tidak mempunyai kekuatan," kata Ketua MA Hatta Ali dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Rabu (7/1).
Putusan MK, menurut dia hanya membatalkan Pasal 268 ayat 3 KUHAP. MK memutuskan PK bisa diajukan berkali-kali. Sedangkan dalam UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Mahkamah Agung secara jelas menyatakan PK hanya bisa diajukan satu kali.
UU Kekuasaan Kehakiman dan UU MA, lanjut Hatta, merupakan landasan yang dipakai MA dan jajaran peradilan di bawahnya. "Kedua UU itu tidak dihapuskan, tidak dicabut, tidak dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Sehingga kami menyatakan karena itu masih berlaku, ya hakim harus menerapkan," ungkapnya.
Hatta mengatakan, lembaga yang paling mengetahui permasalahan bagaimana PK berkali-kali diajukan adalah MA. Ketidakpastian hukum, menurutnya justru muncul saat PK diajukan berkali-kali. Karena muncul kecenderungan pihak yang bersengketa akan terus mengajukan PK. Bahkan ketika kejaksaan akan melakukan eksekusi, terdakwa masih berupaya mengajukan PK.
Memang, dia melanjutkan, PK diajukan atas landasan hukum. Namun praktiknya, banyak yang mengajukan PK tanpa landasan hukum kuat. Hanya sekedar meminta penundaan eksekusi. "Tiap tahun dieksekusi, mengajukan PK lagi. Mau dieksekusi mengajukan PK lagi, kapan habisnya," kata Hatta.