REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengatakan, pemerintah sudah salah kaprah soal larangan guru agama asing. "Harus dipahami dulu konteksnya sebelum mengajukan wacana pelarangan tersebut," tegas Muhyiddin di Gedung MUI, Jakarta, Kamis (8/1).
Muhyiddin mengatakan, bila guru agama asing membawa ajaran radikalisme mereka bukanlah guru agama. Ia menjelaskan guru agama asing bukan mengajarkan agama melainkan bahasa arab kepada umat Muslim di Indonesia sedangkan yang mengajarkan agama yakni dari Indonesia sendiri.
Muhyiddin juga menghimbau seharusnya guru agama asing berada di bawah otoritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukan dari Kementerian Tenaga Kerja. Ia mengingatkan kepada pemerintah untuk tidak membuat kebijakan yang dapat meresahkan masyarakat di Indonesia.
"Tidak usahlah pemerintah membuat kebijakan kontraproduktif yang dapat membuat resah masyarakat," imbuh Muhyiddin.
Muhyiddin menambahkan, seakan-akan pemerintah berpandangan guru agama asing sebagai orang di balik paham radikalisme. Padahal, menurutnya radikalisme lebih banyak disebarkan oleh orang-orang yang bekerja di Indonesia namun bukan sebagai guru agama melainkan tenaga ahli.