REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal kepala Kepolisian RI (Polri) menuai kritikan tajam dari berbagai aktivis antikorupsi. Dipilihnya kepala Lemdikpol tersebut oleh Presiden Jokowi diyakini merupakan awal runtuhnya kepercayaan publik terhadap pemerintah Jokowi-JK.
Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril mengatakan, nama Budi memang disebut-sebut sebagai salah satu dari beberapa perwira tinggi Polri yang memiliki rekening dalam jumlah yang tidak wajar. Jika Jokowi ingin semua pembantunya bersih, harusnya dia memastikan dugaan tersebut dengan melibatkan KPK dan PPATK.
"Dugaan adanya rekening gendut yang dimiliki Budi Gunawan akan mendegradasi kepercayaan publik kepada polisi dan juga Jokowi sendiri," katanya saat dihubungi, Senin (12/1).
Menurut Oce, pemilihan kepala Polri pengganti Jenderal Sutarman memang seharusnya melibatkan PPATK dan KPK. Dua lembaga tersebut memiliki wewenang untuk menelusuri rekam jejak seorang pejabat negara. Pelibatan KPK dan PPATK juga sebagai masukan untuk Jokowi untuk memastikan integritas calon pilihannya.
Hal yang sama juga dikatakan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho. Penunjukan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Kalemdikpol) itu dinilai tidak transparan. Sebab, Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK yang seharusnya dimintai pendapat khususnya terkait kepemilikan harta kekayaan.
"Kalau seperti ini pasti akan menimbulkan distrust (ketidakpercayaan) kepada pemerintahan Jokowi," ujarnya.