Selasa 20 Jan 2015 20:02 WIB

Budi Gunawan Tersangka, PDIP Gunakan Asas Praduga tak Bersalah

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Karta Raharja Ucu
Calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan menghadiri sidang paripurna  penetapan Calon Kapolri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/1). (Republika/Agung Supriyanto)
Calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan menghadiri sidang paripurna penetapan Calon Kapolri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP menghormati supermasi hukum terkait ditetapkannya Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, DPR sudah menyetujui Budi menjadi kapolri menggantikan Jenderal Pol Sutarman.

Menurut Ketua DPP PDIP, Maruarar Sirait partainya akan tetap menggunakan asas praduga tak bersalah, dalam kasus pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri.

"Kita hormati supermasi hukum. Berapa kali disampaikan KPK dibentuk saat Megawati Soekarnoputri jadi presiden. Ya tentu asas praduga tak bersalah jadi dikedepankan.

Dan kita jaga dong institusi Polri, Kejaksaan, KPK, kita membangun ini, pilar hukum kita ini benar-benar selain MA, MK, betul-betul dengan baik," kata Maruarar usai menemui Wapres Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa (20/1).

Presiden Joko Widodo menunda pelantikan Budi menjadi Kapolri. Jokowi mengatakan penundaan perlu dilakukan lantaran Budi sedang menjalani proses hukum.

Calon tunggal Kapolri yang diajukan Presiden Jokowi tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Meskipun begitu, Budi tetap menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR RI. Dari hasil uji kelayakan dan kepatutan tersebut, Komisi III dan Paripurna menyetujui Budi diangkat sebagai Kapolri baru.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement