REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Dr DW Tadeus menilai tindakan Brasil dan Belanda yang menarik duta besarnya dari Indonesia, adalah tindakan diplomatik yang sangat berlebihan.
"Brasil dan Belanda seharusnya menghormati hukum yang berlaku di negeri ini. Silakan saja mereka menarik duta besarnya, tetapi mereka juga harus menghormati hukum yang berlaku di suatu negara," kata dosen Fakultas Hukum Undana Kupang itu, Rabu (21/1).
Tadeus menilai, tindakan tegas yang dilakukan Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan kepada negara lain, jika Indonesia adalah negara yang tegas terhadap hal-hal yang melanggar kedaulatan. Terkait kerja sama antarnegara pascakejadian tersebut, Tadeus mengatakan semuanya kembali lagi kepada negara bersangkutan apakah tetap ingin bekerja sama dengan Indonesia atau tidak.
"Saya yakin pak Jokowi mempunyai strategi politik tersendiri dalam menghadapi masalah ini, sehingga kita tidak perlu merasa khawatir secara berlibahan," kata Tadeus.
Sementara Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang, Dr Karolus Kopong Medan berpendapat tidaklah cukup untuk mempertimbangkan unsur kemanusiaan semata. Namun jika dilihat dari dampaknya, justru akan merusak generasi bangsa ini.
"Karena itu, langkah pemerintah untuk menjatuhkan hukuman mati bagi terpidana narkoba, menurut saya, adalah sebuah tindakan yang tepat," kata Kopong Medan.
Dikatakannya, hukuman mati bagi terpidana narkoba, bukan satu-satunya obat mujarab untuk memutus mata rantai jaringan pengedar narkoba internasional. Tetapi setidaknya sudah memberi efek jera bagi bandar dan pengedar narkoba.
"Kita tidak perlu resah dengan aksi protes dari negara lain terkait dengan hukuman mati tersebut, tetapi kita juga perlu berpikir bagaimana menyelamatkan generasi bangsa ini," ujarnya.