REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Artini Suparno, mengatakan media massa sering menampilkan tayangan yang seharusnya tidak boleh ditonton remaja. Berdasarkan penelitian Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada 2013, terdapat 1.001 tayangan kekerasan yang tersebar di semua TV di Indonesia, Ahad, (25/1).
Akibat tayangan yang buruk ini, ujar dia, kemerosotan akhlak dan moral terjadi pada generasi muda. "Sekarang banyak kekerasan dan tindakan asusila dilakukan anak-anak dan remaja," ujarnya.
Guna menangani dampak buruk dari media massa dibutuhkan kompetensi literasi media agar terhindar dari pengaruh buruk media massa. "Artinya remaja harus melek media agar mereka bisa mengerti apa yang ditayangkan terkadang buruk dan tidak pantas ditiru," kata Artini.
Salah satu cara yang dilakukan agar remaja mempunyai literasi media, kata dia, dengan mengikuti berbagai pelatihan atau seminar mengenai dunia media. Terdapat delapan organisasi yang melakukan gerakan literasi media atau melek media antara lain Masyarakat Peduli Media (MPM), Remotivi, Yayasan Sahabat Cahaya, Jurnal Celebes.
"Berbagai institusi dan perguruan tinggi juga ikut terlibat gerakan melek media agar masyarakat kritis mengenali dampak media. Ini bentuk. kepedulian masyarakat terhadap media,"ujar Artini.
Sementara itu, Manajer Corporaste Social Responsibility (CSR) Bank Rakyat Indonesia, Eko Prasetyo, mengatakan, pihaknya siap mendukung berbagai kegiatan yang membuat masyarakat, remaja agar melek media.
"Remaja harus paham cara bekerja media massa. Sehingga mereka mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk," kata Eko.
Eko sendiri mengaku peduli dengan berbagai kegiatan agar remaja maupun pelajar melek media karena mereka adalah generasi muda. "Siapa tahu ada yang mau jadi pekerja media, ini akan memberikan pengetahuan dan bekal bagi mereka," katanya.