REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai pembentukan tim independen oleh Presiden Joko Widodo untuk mengatasi kekisruhan antara KPK dan Polri sudah tepat.
"Saya menilainya sudah tepat, artinya presiden mengambil langkah untuk meminta pendapat dari para pakar hukum kemudian membentuk tim independen," kata Fadli, Senin (26/1).
Fadli mengatakan pembentukan tim independen itu harus memiliki jangka waktu sehingga diharapkan lebih cepat menyelesaikan persoalan.
Dia menilai proses hukum yang terjadi tidak bisa diselesaikan secara adat sehingga harus diselesaikan secara hukum.
"Jadi tidak bisa sistem kompromi kecuali memang tidak ada dasar-dasarnya setelah dicek kembali. Misalnya tidak ada unsur pidananya dan ada koreksi," ujarnya.
Dia berharap setelah pembentukan tim independen itu, permasalahan di antara kedua institusi tersebut bisa diselesaikan. Menurut dia, proses hukum sudah berjalan sehingga yang penting menyelamatkan institusi Polri dan KPK.
"Tidak ada yang imun di republik ini. Institusi kita mengatakan bahwa setiap warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum dan pemerintahan," ujarnya.
Dia mengatakan apabila ada permasalahan hukum, itu harus diselesaikan sesuai dengan aturan konstitusi. Yang penting, kata Fadli, tidak boleh ada politisasi dan kriminalisasi terhadap proses yang berjalan.
"Saya kira harus ada dasar untuk mengeluarkan keputusan apa pun, tidak bisa karena desakan kemudian harus ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," katanya.
Sebelumnya Presiden Jokowi memanggil sejumlah tokoh untuk mendapatkan masukan terkait kisruh KPK-Polri pada Ahad (25/1). Para tokoh tersebut akan menjadi tim independen yang terdiri dari berbagai kalangan.
Tim tersebut terdiri dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie, mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (Purnawirawan) Oegroseno, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Erry Riyana Hardjapamekas.
Selain itu ada mantan staf ahli Kapolri Bambang Widodo Umar, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, dan mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif.