Selasa 27 Jan 2015 20:58 WIB

AS Tutup Pelayanan Publik Kedutaannya di Yaman

Rep: Gita Amanda/ Red: Winda Destiana Putri
Jen Psaki
Foto: AP
Jen Psaki

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat menutup pelayanan publik yang ada di Yaman, pada Senin (26/1) kemarin. Penutupan pelayanan konsuler rutin tersebut dilakukan di tengah kekacauan politik di negara tersebut.

Meski tak membuka layanan konsuler rutin, Kedutaan Besar AS di Yaman tetap dibuka. Tapi para pejabat AS tak memungkiri, mereka telah mengurangi staf di kedutaan setelah kerusuhan sipil pecah di Yaman.

"Kedubes AS di Sanaa tetap terbuka. Hanya pelayanan konsuler rutin yang ditutup. Kami masih menyediakan layanan darurat bagi warga AS di Yaman," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jen Psaki pada wartawan di Washington.

Keputusan untuk menangguhkan layanan dilakukan dengan hati-hati. Ini merupakan bagian dari perlindungan bagi karyawan atau orang lain yang mengunjungi kedutaan.

Seorang pejabat keamanan AS mengatakan, alasan paling memungkinkan kedutaan ditutup untuk umum adalah karena kekacauan yang terjadi. Sementara dalam pernyataannya kedutaan mengatakan, tak dapat memberikan layanan rutin dan akan sangat terbatas dalam membantu kasus darurat yang melibatkan warga AS. Mereka mengingatkan mengenai pengunduran diri pemerintah dan masalah keamanan yang sedang berlangsung.

Pekan lalu, Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan kabinetnya mengundurkan diri. Atas kejadian ini, AS merasa kehilangan sekutu setianya dalam kampanye melawan Alqaidah di Semenanjung Arab (AQAP).

Gedung Putih mengatakan, pihaknya berkomitmen melanjutkan kerjasama eratnya dengan Yaman. Mereka akan terus berupaya melawan cabang Alqaidah Yaman, dan berjanji untuk melanjutkan sejumlah operasi terhadap mereka.

Janji AS dibuktikan dengan serangan pesawat tak berawaknya pada Senin, di wilayah provinsi Marib, Yaman. Pejabat suku dan keamanan setempat mengatakan rudal menghantam sebuah kendaraan yang membawa tiga anggota Alqaidah di dekat perbatasan dengan provinsi Shabwa.

Serangan menewaskan dua pejuang Yaman dan satu Saudi. Dari dua orang Yaman yang tewas, salah satunya merupakan remaja yang ayah dan saudaranya juga tewas dalam serangan pesawat tanpa awak sebelumnya.

Kekosongan kepemimpinan di Yaman memang menimbulkan kekhawatiran, mengenai kemampuan Washington untuk terus menargetkan Alqaidah di Semenanjung Arab. Seperti diketahui, kelompok ini mengklaim telah melakukan serangan pada surat kabar Charlie Hebdo Prancis. Mereka juga melakukan sejumlah serangan ke AS namun gagal.

Juru bicara Pentagon Kolonel Steve Warren menekankan pada Senin, bahwa operasi kontra-terorisme akan terus berlanjut. Termasuk pelatihan pada pasukan Yaman. Dan meski Houthi menyerukan slogan anti Amerika, namun mereka juga menentang Alqaidah.

Namun menurut sejumlah ahli yang dilansir Reuters, Selasa (27/1) baik operasi darat maupun intelijen akan terganggu dengan mundurnya Hadi. Selama ini Presiden Yaman tersebut merupakan pendukung paling vokal untuk upaya AS memerangi Alqaidah. Pada suatu titik ia menyatakan, menyetujui setiap serangan yang dilakukan AS pada Alqaidah.

Sementara itu, pejuang Houthi yang merebut Sanaa pada September silam terus menyerukan pembagian kekuasaan yang adil dengan pemerintah. Selama beberapa pekan terakhir diketahui pemberontak Houthi menyerbu istana presiden. Mereka juga menduduki kamp-kamp militer, pangkalangan angkatan udara, dan kantor keamanan serta intelijen di Sanaa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement