Sabtu 07 Feb 2015 18:27 WIB

Omzet Pedagang Pakaian Bekas di Bandung Merosot

Rep: C63/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pakaian bekas impor.   (ilustrasi)
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Pakaian bekas impor. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Kebijakan Menteri Perdagangan yang melarang penjualan pakaian impor bekas mempengaruhi penjualan di sejumlah wilayah di Indonesia. Di Pasar Cimol, Gedebage yang merupakan salah satu pusat penjualan pakaian impor bekas di Kota Bandung kini diakui pedagang mulai sepi pembeli.

Salah satu pedagang di pasar tersebut Hendrik Tasim mengatakan sudah hampir sepekan ini jumlah pembeli di tokonya menurun drastis. Hal yang sama juga turut dirasakan oleh pedagang lainnya.

"Terasa sekali (penurunannya), takut konsumen kesini," ujarnya saat melakukan aksinya bersama pedagang pakaian bekas di Pasar Cimol, Bandung, Sabtu (7/2).

Menurutnya, sebelum ramai pemberitaan pakaian bekas mengandung bakteri, rata-rata pedagang bisa meraup untung sebesar Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu. Namun, setelah adanya pernyataan Mendag,  omzet para pedagang merosot.

Kondisi ini pun dikeluhkan seluruh pedagang di pasar yang berada di wilayah Bandung Timur tersebut. "Omzet menurun drastis sampai 70 persen, bahkan ada pedagang yang nggak penglaris (laku sama sekali) satu hari pernah," ujarnya.

Hal ini juga membuat ribuan pedagang yang tergabung dalam Asosiasi Paguyuban Pedagang Cimall berorasi menolak menolak pernyataan Mendag. Mereka meminta Mendag mencabut pernyataannya yang dianggap merugikan para pedagang dan masyarakat.

"Stigmen yang dikeluarkan Mendag merupakan delik temuan sepihak yang perlu dipertanyakan kebenaran faktanya, kami hampir 20 tahun belum pernah terima aduan dari masyarakat konsumen yang katanya berbakteri tersebut," ujar pedagang lainnya Armen (40).

Ia pun meminta pemerintah untuk arif dan bijak dalam kebijakannya kepada rakyat kecil. Menurutnya, larangan tersebut sangat memberatkan pedagang yang bertahun menggantungkan hidupnya dari penjualan pakaian impor bekas itu.

"Kami mau makan dari mana, hidup dari mana, 1200 pedagang disini punya keluarga, pemerintah bisa kasih kami solusi nggak?" ujar pedagang yang telah berdagang selama 20 tahun tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement