REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Konservasi bambu di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung bisa menjadi salah satu alternatif pencegahan banjir jangka panjang.
"Bambu bisa menjadi alternatif solusi jangka panjang pencegahan banjir ibukota," kata Officer Eksosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati), Basuki Rahmad di Jakarta, Kamis (12/2).
Saat ini, Yayasan Kehati telah bekerjasama dengan berbagai mitra, menanam bambu di sekitar daerah aliran sungai, guna mencegah banjir dan erosi. Selain dapat mencegah banjir, bambu juga lebih ramah lingkungan dibandingkan stereofoam dan bahan lainnya.
"Jika pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan semua restoran dan penyedia makanan di kotanya dilarang menggunakan stereoform, dan menggantinya dengan box makanan dari bambu, maka penduduk desa-desa sekitar Sungai Ciliwung akan bergairah menanam bambu," katanya.
Sementara masyarakat mendapat income tambahan, daerah aliran sungai terlindungi, jelasnya. Sebelumnya, banjir besar yang kerap melanda ibukota setiap lima tahun sekali. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banjir selalu datang setiap tahun.
Perkembangan kota yang tidak tertata akan merusak komponen ekosistem yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada kota itu dan wilayah sekitarnya. Padahal, secara alami, ekosistem berperan dalam proses regulasi air.
Air hujan akan diserap oleh tumbuhan dan tanah di ruang terbuka hijau atau dialirkan ke tempat-tempat yang mampu menampung air seperti situ yang ada di kota. Namun, kota besar seperti Jakarta tidak memiliki ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup.
Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa RTH harus 30 persen dari total luas daerah. Saat ini luasan RTH di Jakarta hanya sekitar 10 persen sehingga daya serap dan daya tampung air dari ekosistem di perkotaan seringkali tidak memadai.