REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) mengatakan Presiden Joko Widodo bisa mempercepat pembentukan panitia seleksi (Pansel) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan kepemimpinan jika nantinta seluru komisioner lembaga itu menjadi tersangka.
Direktur Advokasi Pukat UGM Oce Madril mengatakan mempercepat pembentukan Pansel Pimpinan KPK, merupakan alternatif lain selain dikeluarkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK.
Menurutnya pencarian pemimpin KPK yang baru bisa menjadi solusi jangka panjang jika nanti seluruh pimpinan KPK menjadi tersangka. Dia menyebutkan tak bisa hanya mengandalkan pelaksana tugas semata. Ia menyatakan setelah keluar Perppu, bisa saja pemerintah langsung membentuk Pansel.
"Nantinya jika sudah membentuk pansel, nama nama yang ada diserahkan pada DPR RI," katanya, Kamis (12/2).
Namun hal ini bukannya tanpa hambatan. Dia memprediksi proses ini akan terhambat di tingkat DPR RI. Proses fit and proper tes nya akan memakan waktu yang tidak sebentar. "Jadi ide ini bagus tapi tidak begitu realistis kalau diterapkan," ujarnya.
Sebelumnya Deputi Pencegahan KPK, Johan Budi SP dan mantan Wakil Ketua KPK, Chandra M Hamzah dilaporkan ke Bareskrim Polri, Selasa (10/2). Hal ini terkait tuduhan pada keduanya yang terlibat pelanggaran etik dan tindak pidana dalam kasus Nazarudin.
Pelaporan Johan Budi SP dan Chandra M Hamzah dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Government Against Corruption and Discrimination (GACD) yang diketuai, Andar Situmorang. Dia menyatakan kalau kedua pimpinan KPK tersebut pernah melakukan pertemuan sebanyak lima kali dengan Nazaruddin, mantan politisi Partai Demokrat.
Pertemuan yang terjadi dalam kurun waktu 2008 hingga 2009 membicarakan masalah Korupsi yang sedang ditangani KPK seperti kasus korupsi baju hansip dan juga korupsi dan buku pendidikan. Selain itu, dia juga menuduh Chandra M Hamzah menerima uang 800 Dolar dari Nazaruddin.