Ahad 15 Feb 2015 15:07 WIB

PP Muhammadiyah: Jokowi Tak Beretika Jika Lantik BG Jadi Kapolri

Rep: C02/ Red: Bayu Hermawan
Jokowi
Foto: antara
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PP Muhammadiyah meminta Presiden Joko Widodo mempertimbangkan kembali pelantikan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Sebab, apabila Jokowi melantik BG yang telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus rekening gendut pejabat, maka bukan saja masalah hukum dan politik yang menghadangnya. Namun juga masalah etika sebagai Presiden RI.

Bendahara PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, jika Budi Gunawan dilantik menjadi Kapolri, maka presiden akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Sebab, banyak pertanyaan yang akan muncul setelah pelantikan tersebut.

“Bagaimana mungkin seorang berkasus hukum menjadi penegak hukum,” ujar Anwar Abbas kepada ROL, Ahad (15/2).

Anwar melanjutkan, presiden sebagai orang berkuasa di Indonesia mempunyai kewenangan melantik atau tidak melantik. Bahkan, mencopot Kapolri dan menggantinya dengan yang baru.  

Namun, kewenangan yang harus dijalani Jokowi, menurut Anwar Abbas adalah kewenangan rakyat yang harus dibela dan disejahterakan. Sehingga persoalan hukum di Indonesia bisa kokoh.

“Bukan melantik orang yang bermasalah hukum,” tegasnya.

Kata Anwar, kini presiden sudah terjebak dalam persoalan yang sangat rumit. Sehingga untuk memutuskan satu perkara, presiden belum bisa tegas memutuskan. Anwar Abbas menyarankan Presiden harus membela kepentingan rakyat seperti janjinya saat kampanye Pilpres 2014.

Saat itu, masih lekat dalam ingatan, Jokowi berjanji akan menindak kasus korupsi dan perbuatan keji lainnya di pemerintahan Indonesia. Janji itu kini, kata Anwar sudah ditagih masyarakat melalui kasus BG. Joko Widodo sebagai presiden harus memenuhinya.

“Melantik BG berarti persoalan etika bagi Jokowi,” kata Anwar Abbas.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement