Senin 16 Feb 2015 19:37 WIB
Gugatan BG Dikabulkan

Mantan Hakim MA Beberkan Kejanggalan Praperadilan BG

Red: Ilham
Hakim Sarpin Rizaldi memeriksa barang bukti yang diajukan tim kuasa hukum Komjen Pol. Budi Gunawan disaksikan tim kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Sel
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hakim Sarpin Rizaldi memeriksa barang bukti yang diajukan tim kuasa hukum Komjen Pol. Budi Gunawan disaksikan tim kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Sel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Kamar Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko mengatakan, putusan yang ditetapkan oleh hakim tunggal Sarpin Rizaldi dalam perkara Komjen Budi Gunawan sudah meyimpang dari aturan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP).

"Putusan itu sebenarnya menyimpang dari KUHAP karena pasal 77 sudah mengatur secara jelas objek praperadilan. Kemudian di hukum acaranya diatur di pasal 80 dan 83. Jadi, kalau putusan keliru seperti itu, secara hukum tidak bisa dilaksanakan," kata Djoko Sarwoko saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/2).

Djoko pun menyebutkan sejumlah kejanggalan pertimbangan yang disampaikan Sarpin di pengadilan.

Pertama, tentang sprindik yang diputuskan hakim tidak sah itu tidak masuk lingkup praperadilan. "Itu kan harus diputuskan dalam pokok perkara," kata Djoko. 

Kedua, mengenai pertimbangan bahwa Budi Gunawan bukan penyelenggara negara atau penegak hukum karena penetapannya sebagai tersangka saat menjadi kepala biro pengembangan karir Deputi Sumber Daya Manusia Polri pada 2003-2006. Hakim mengatakan jabatan Karo Binkar merupakan jabatan administrasi atau pelaksana staf yang berada di bawah deputi Kapolri, yaitu setingkat pejabat eselon II dan bukan penegak hukum.

Menurut Djoko, status Budi merupakan materi dalam perkara pidana. "Pertanyaanya, kalau BG bukan penegak hukum, lantas polisi itu sebagai apa? Ingat, menurut UU kepolisian negara polisi itu penegak hukum. Jadi banyak kejanggalan dan penyimpangan di situ," tegas Djoko.

Kejanggalan Ketiga adalah tidak ada kerugian negara dalam perkara tersebut.

"Dia lupa dalam KUHAP ada 10 atau 20 pasal yang kaitannya dengan gratifikasi janji-janji dan sebagainya. Itu masuk menjadi suap dan gratifikasi," katanya.

Djoko melanjutkan, hal itu memang tidak merugikan keuangan negara. Tapi dalam rangka menegakkan UU No 28 tahun 2009, yaitu membentuk negara yang bebas dari KKN tidak bisa memberikan gratifikasi janji-janji. "Kok bisa menetapkan seperti itu, itu pelanggaran besar," jelas Djoko.

Djoko menyarankan agar KPK tetap melanjutkan penyidikan Budi Gunawan.

"Ya harus melanjutkan (penyidikan), tapi bagaimana kemudian BG jadi dilantik (sebagai Kapolri) dan komisioner KPK kemudian dijadikan tersangka semua? Siapa yang akan menjalankan penyidikan?" ungkap Djoko.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement