REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain mengungkapkan, di Indonesia, korban mati akibat kecanduan narkoba rata-rata 50 orang per hari. Artinya, sekitar 18.250 orang tewas akibat narkoba setiap tahunnya.
Makanya, terang dia, penegak hukum harus bersikap tegas dengan menghukum mati bandit narkoba, Bali Nine. Pemerintah, kata dia, juga tidak perlu takut dengan ancaman Australia yang tidak akan memberikan bantuan jika Indonesia sedang membutuhkan.
Perlu dipikirkan, apakah bantuan Australia setara dengan kerugian negara dan bangsa indonesia akibat narkoba. Uang yang didapat bandit narkoba dalam sepekan saja di Indonesia lebih dari Rp 15 triliun.
"Apalah artinya bantuan mereka selama ini? Berapa pemasukan negara dari turis Australia dibandingkan dengan uang narkoba yang diperoleh bandit narkoba," kata Tengku.
Belum lagi kerugian moral yang diderita anak bangsa akibat narkoba luar biasa. Ini, kata dia, tidak terbayar dengan materi sebesar apapun.
"Oleh karena itu kami menguatkan pemerintah agar tidak goyah dengan keputusannya menghukum mati para bandit narkoba. Ini demi masa depan negara dan anak bangsa kita," tegasnya.
Meski demikian, ujar dia, yang berhak menjatuhkan hukuman mati hanyalah negara, dalam hal ini penegak hukum. Penegak hukum sendiri dalam menjatuhkan hukuman mati harus memiliki dua bahan untuk menjatuhkan hukuman mati. Yaitu, bukti dan saksi.
"Menghukum orang tanpa bukti dan saksi adalah sebuah kezaliman dalam Islam. Makanya semua hukuman yang berlaku harus berdasarkan bukti dan saksi," ucap dia.