REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR-- Pemeriksaan Ketua KPK nonaktif Abraham Samad di Direktorat Reskrim Polisi Daerah Sulawesi Selatan dan Barat akhirnya ditunda karena mengalami sakit sehingga polisi menyatakan akan menjadwalkan pemeriksaan ulang dalam waktu dekat.
"Abraham mengalami gangguan kesehatan dan terlihat masih lemah sehingga pemeriksaan dihentikan sementara dan akan dilanjutkan dalam waktu tidak terlalu lama," kata Kabid Humas Polda Sulselbar Komisaris Besar Polisi Endi Sutendi usai pemeriksaan di Makassar, Selasa (24/2).
Ia menyebutkan dalam pemeriksaan itu Abraham di cecar 15 pertanyaan oleh penyidik seputar apakah ada peran yang dilakoni untuk membantu tersangka Feriyani Lim yang kini berstatus tersangka dalam dugaan pemalsuan dokumen kependudukan tersebut.
"Ada 15 pertanyaan namun karena beliau kurang sehat makanya ditunda, tidak ada alasan lain memang keluhan kesehatan. Pemeriksaan dilakukan satu setengah jam," kata Endi kepada wartawan.
Saat ditanyai apa pertanyaan yang diajukan kepada Abraham, kata dia, hanya seputar kasus yang disangkakan kepadanya mengenai pemalsuan dokumen kependudukan tidak lebih dari itu.
"Ditanyakan peran serta, tapi beliau membantah intinya dia tidak mengenal Feriyani Liem, tetapi untuk detailnya itu urusan penyidik yang menanyakan. Karena gangguan kesehatan penyidik tidak bisa memaksakan sebab sudah diatur dalam aturan yang ada," paparnya.
Menurut informasi pemeriksaan lanjutan, kata dia, akan dijadwal ulang namun belum diketahui kepastian kapan akan dilakukan pemeriksaan karena menunggu kesehatan Abraham. Selain itu apakah akan ada tersangka baru, lanjut dia mengatakan tidak ada untuk sementara ini.
"Kita belum tahu kepastiannya, yang jelas segera di jadwal ulang, kalau tersangka baru sejauh ini tidak ada namun nanti dilihat perkembangannya" ujar perwira berpangkat tiga bunga itu.
Endi menyebutkan Abraham akan dijerat pasal 263, pasal 264 KUHP, dan atau pasal 93 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah diubah pada UU nomor 24 tahun 2003 serta diatur pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling lama delapan tahun, denda paling banyak Rp 50 juta.