REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komedian Betawi, Mandra Naih diperiksa sebagai saksi dalam kasus pembelian paket program siap siar TVRI tahun anggaran 2012 di Kejaksaan Agung, Rabu (25/2). Penyidik Ditpidsus Kejagung mencecar Mandra dengan 44 pertanyaan selama delapan jam pemeriksaan.
"Ada 44 pertanyaan, tadi diperiksa sebagai saksi," kata Mandra yang mengenakan kemeja berwarna hijau di Kejagung, Rabu (25/2).
Mandra mengatakan, dirinya siap bila Kejagung menahannya. Pemain sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan' itu meyakini bila dirinya akan mendapatkan keadilan dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 3,6 milyar.
"Yaelah pertanyaannya (menjawab siap ditahan) semuanya kita hargain, yang jelas saya pernah bilang, Insya Allah keadilan kita di sini masih ada. Hal itu kita yakinkan. Jangankan masuk tahanan, mati aja kan tergantung Allah. Ya kan? Udah siap kita semua," tegasnya.
Jampidsus, R Widyo Pramono memaparkan, Mandra merupakan Direktur PT Viandra Production yang mendapatkan empat paket proyek program siap siar TVRI pada tahun 2012 . Empat paket itu adalah tiga jenis film bekas produksi PT Viandra Production dan satu film animasi Robotik berjudul ZOID dari Malaysia yang hak siarnya dimiliki PT Citra Visitama Mandiri.
Harga satuan film import animasi robotik diperoleh dari PT Citra Visitama Mandiri sebanyak 93 episode. Setiap tayangnya menelan biaya produksi Rp 8 Juta sehingga jumlah total Rp 744 Juta. Transaksi proyek itu dilakukan melalui Iwan Chermawan yang mengaku sebagai rekanan TVRI.
"Harga jual yang diajukan PT Viandra Production seharga Rp 2.312.640.000 kepada TVRI," jelas Widyo.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi program siap siar TVRI senilai Rp 47 miliar tahun anggaran 2012. Mereka adalah Mandra selaku dalam kapasitas Direktur Viandra Production, Iwan Chermawan sebagai Direktur PT Media Art Image, dan Yulkasmir yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga pejabat teras di PT TVRI.
Ketiga tersangka dikenakan pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengancam mereka dengan sanksi kurungan maksimal 20 tahun.