REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) meminta Badan Narkotika Nasional (BNN) menjelaskan data tentang pengendalian narkoba dari dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas). Di mana, BNN menyebut bahwa 60 persen pengendalian peredaran narkoba dari dalam Lapas.
"BNN harus menjelaskan sumber data dan penelitiannya untuk menunjukkan angka terebut," kata Kasubdit Komunikasi Ditjen Pas Akbar Hadi melalui siaran persnya yang diterima Republika, Rabu (25/2).
Akbar mengatakan, validitas dan keakuratan data diperlukan agar masyarakat tidak memperoleh informasi yang menyesatkan. Perlu dijelaskan kapan penelitian itu dilakukan, karena selama ini BNN tidak pernah melibatkan (meminta data) dari Ditjen PAS untuk penelitian tersebut.
Pihak Ditjen PAS menyayangkan jika angka ini didapat dari pengakuan tersangka saat dalam penyidikan. Pengakuan tersangka belum bisa dijadikan dasar argumen. Pada prinsipnya argumen ini baru bisa dijadikan data apabila pengakuannya telah dibuktikan dalam sidang pengadilan.
Dari beberapa kali kejadian, berdasarkan kasus peminjaman narapidana dari Lapas untuk proses pemeriksaan, terkait pengakuan tersangka yang melibatkan narapidana dari dalam Lapas, tidak semua terbukti di pengadilan. Seringkali pengakuan tersebut hanyalah modus yang dipergunakan tersangka untuk memutus jaringannya.
Sebelumnya, BNN menyebutkan sekitar 60 persen peredaran narkotika di Indonesia dikendalikan oleh terdakwa atau terpdiana dari dalam Lapas. "Hampir 60 perseb peredaran narkotika di Indonesia dikendalikan oleh terdakwa dari dalam Lapas," kata Kabag Humas BNN, Slamet Pribadi di Kantor Bea Cukai Soekarno - Hatta, Selasa (24/2).
Dijelaskannya, para pelaku mengendalikan dengan menggunakan telpon selular untuk berkomunasi kepada kurir. Biasanya, para pelaku meminta jaringannya di luar Lapas untuk merekrut kurir seorang wanita dalam menyelundupkan narkotika.