Kamis 26 Feb 2015 20:25 WIB

SDA Ajukan Praperadilan, Pakar: Persoalannya Beda dengan BG

Rep: C82/ Red: Bayu Hermawan
Andreas Nahot Silitonga kuasa hukum tersangka kasus korupsi Suryadharma Ali (SDA), memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (4/2). (Republika/ Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Andreas Nahot Silitonga kuasa hukum tersangka kasus korupsi Suryadharma Ali (SDA), memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (4/2). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal kembali menghadapi gugatan praperadilan. Kali ini praperadilan diajukan oleh tersangka kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan haji Suryadarma Ali, dan tersangka dugaan korupsi APBNP di Kementerian ESDM Sutan Bhatoegana.

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan mengatakan, semua tersangka pasti akan mencoba segala upaya, termasuk dengan praperadilan.

Namun menurutnya,  ada persoalan yang berbeda antara BG dan para tersangka yang maju sekarang. Ia menjelaskan, selain penetapan tersangka, BG juga mempersoalkan masalah kewenangan KPK.

"Sekalipun saya tidak sependapat tapi pengadilan ternyata mengatakan KPK tidak berwenang menangani kasus BG. Jadi bukan soal ada atau tidak adanya pidana korupsi, tapi ini menyangkut kewenangan," katanya kepada Republika, Kamis (26/2).

Ia melanjutkan kondisi tersebut berbeda dengan SDA dan Sutan yang belakangan mengajukan praperadilan. SDA yang disidik dalam kapasitas sebagai menteri dan Sutan sebagai anggota DPR, sudah jelas merupakan penyelenggara negara dan menjadi wewenang KPK.

"Sehingga kalau pun diajukan praperadilan pasti bukan tentang kewenangan. Mungkin akan menyangkut soal apakah KPK punya alat bukti yang cukup dalam menetapkan mereka sebagai tersangka," jelasnya.

Agustinus mengatakan, dengan adanya putusan Hakim Sarpin, upaya praperadilan serupa pasti akan mengalami peningkatan. Namun, seiring dengan ditolaknya gugatan atau ditetapkannya pemohon sebagai tersangka lagi oleh KPK, angka gugatan praperadilan terkait penetapan status tersangka pasti akan kembali menurun.

"Katakan saja nanti mereka berhasil, dinyatakanlah penetapan tersangkanya tidak sah, tetapi KPK bisa melakukan penetapan lagi dengan cara harus menambahakan alat bukti yang lain. Kalau itu terjadi, memang merepotkan, akan tetapi mereka akan berpikir sia-sia juga kalau KPK nanti masih bisa menetapkan lagi," ujarnya.

Seperti diketahui setelah tersangka kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan haji Suryadharma Ali (SDA), sekarang giliran Mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana yang mengajukan permohonan praperadilan.

Sutan adalah tersangka kasus dugaan korupsi terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) di Kementerian ESDM tahun 2013. Keduanya terinsipirasi putusan hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) dan menjadikan status tersangkanya menjadi tidak sah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement