Selasa 03 Mar 2015 18:54 WIB

'KPK Tidak Bertanggung Jawab'

Rep: C26/ Red: Ilham
 Aksi tanda tangan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di halaman gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/3).  (Republika/Agung Supriyanto)
Aksi tanda tangan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di halaman gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/3). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak penggiat antikorupsi mengkritik keputusan pimpinan KPK yang melimpahkan kasus dugaan rekening gendut Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti menilai KPK tidak bertanggung jawab atas kasus Budi Gunawan.

"KPK menyepelekan seperti tidak bertanggung jawab," kata Ray, Selasa (3/3).

Upaya yang dilakukan pimpinan KPK dirasa tidak maksimal dalam pengusutan tuntas perkara Mantan Calon Kapolri tersebut. Hal ini berdampak pada pelemahan KPK sebagai lembaga hukum di Indonesia. Cara yang dilakukan pimpinan KPK terlihat sangat enteng memberantas korupsi kali ini.

"Caranya kurang bermartabat. Harusnya bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK)," ujar aktivis LSM yang memerangi korupsi ini.

PK harusnya bisa ditempuh KPK sebagai penolakan hasil keputusan hakim praperadilan. Namun, pimpinan KPK justru memilih melimpahkan kasusnya ke Kejagung. Bukan hanya pelemahan sebagai lembaga hukum, pelemahan juga terjadi bagi penyidik KPK. Menurut Ray, penyidik KPK sudah bekerja habis-habisan dengan resiko tinggi bahkan diancam akan dipidanakan. Namun upaya itu harus terhenti dengan keputusan pimpinan KPK.

Kasus ini sudah menyita perhatian publik beberapa bulan ini. Banyak masyarakat beranggapan KPK sebagai lembaga hukum yang masih dipercaya di Indonesia. Ray menambahkan, KPK tidak menghargai dukungan yang mengalir dari berbagai elemen masyarakat. Masyarakat harus kecewa dengan hal ini.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement