REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mediasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD Jakarta atas polemik penyusunan dana APBD DKI Jakarta, belum mencapai kesepakatan. Mediasi yang dilakukan justru berujung pada kekisruhan dalam ruang pertemuan.
Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Reydonnyzar Moenek akan terus mendorong adanya proses dialogis antara DPRD dengan Ahok. Jika hingga batas waktu yang ditentukan, yakni 13 Maret 2015, kedua belah pihak tidak mencapai kata sepakat, maka Kemendagri akan mengambil keputusan untuk memastikan APBD tidak tersandera dinamika politik.
"Tentu kalau tidak mencapai titik temu Kemendagri bisa mengambil alih," kata dia.
"Opsi terakhir adalah melaksanakan pagu anggaran 2014 yang muncul pada angka perubahan. Tapi harus ada solusi, karena intinya APBD tidak boleh tersandera dinamika politik, semua program harus terjamin."
Polemik antara Basuki dengan DPRD Jakarta bermula dari pengajuan anggaran APBD melalui e-budgeting yang dilayangkan Ahok ke Kemendagri. Sayangnya anggaran APBD yang diajukan Basuki itu tanpa tanda tangan persetujuan DPRD Jakarta.
DPRD Jakarta menilai pengajuan anggaran e-budgeting itu bagaikan surat bodong. DPRD kemudian menggunakan hak angket terkait keputusan Ahok itu.
Ahok sendiri menekankan e-budgeting bisa diajukan tanpa tanda tangan DPRD DKI Jakarta. Ahok juga menyatakan sengaja tidak meminta persetujuan dana APBD agar 'dana siluman' pengadaan alat UPS senilai Rp12,1 triliun yang telah dicoretnya tidak muncul lagi. Ahok kemudian melaporkan dugaan adanya 'dana siluman' pengadaan UPS ke pihak terkait.