Sabtu 07 Mar 2015 16:15 WIB

Pengamat: Pilkada Serentak tak Jamin Demokratis

Rep: Heri Purwata/ Red: Bayu Hermawan
Pemungutan suara dalam pilkada.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi/ca
Pemungutan suara dalam pilkada.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat politik UGM, Arie Sujito menilai pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukda) serentak tidak menjamin bisa demokratis dan berkualias. Sebab partisipasi rakyat dalam pemilihan masih sebatas praktik rutinitas mekanik.

Ia mengatakan masyarakat berharap agar demokrasi dijalankan dengan sebaik mungkin dan diimbangi ada perubahan ekonomi menuju sejahtera. Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan penegakan hukum telah dilaksanakan, tetapi sejauh ini hasilnya belum memuaskan rakyat banyak.

Pemulihan ekonomi, kata Arie, berlangsung berlarut-larut, bahkan semakin mempersulit masyarakat miskin sejak neoliberalisme diterapkan. Kebijakan-kebijikan sektor sosial ekonomi belum menjawab masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial.

"Sumber masalah itu, makin liarnya penyimpangan yang direkayasa elit kekuasaan yang menyebar di berbagai arena. Selain itu, menyusutnya capaian tujuan berdemokrasi dan kualitas yang memburuk tanpa ada langkah berarti dalam membenahi," katanya di Yogyakarta, Sabtu (7/3).

Sedang demokrasi, kata Arie, telah dibelokkan menjadi proyek kaum pialang politik untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan status.

Sistem dan perilaku negatif elit politik telah menular ke masyarakat. Masyarakat dipaksa menerima keadaan dan mentoleransi tiap penyimpangan di berbagai level dan arena.

Pendidikan politik tidak dilakukan intensif cenderung fragmented dan terpatah-patah. Akibat perilaku elit politik, pihak yang anti demokrasi, dan bermacam fakta anomali membuat demokrasi semakin disudutkan dan tergantikan neo otoriterisme.

"Gejala apatisme dan pragmatisme kian dibiarkan," ucapnya.

Akibat demokrasi yang bergerak pada lintasan elit politik, ujar Arie, pembajakan di sana-sini dengan bergaya kartel, memblokade ruang-ruang baru negosiasi demokrasi. 

"Kesempatan bagi masyarakat sipil (grass root) bernegosiasi makin buntu ketika watak politik makin menciptakan pragmatisme bebal," ujarnya

Karena itu, kata Arie, kunci terpenting pembentukan kekuasaan melalui Pemilukada adalah partisipasi aktif dan kritis warga (pemilih), kemajuan kontrol warga untuk memastikan dijalankannya prinsip jujur dan adil, serta legitimate.

Pemilukada sebagai praktik demokrasi lokal sangat strategis sebagai arena 'kontraltual' antara masyarakat dan calon pemimpinnya. "Proses dan hasil Pemilukada harus memiliki prinsip demokrasi dan kehendak rakyat," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement